Sabtu, 10 September 2016

DIKSI: PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA

DIKSI: PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA
Diksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia adalah pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Fungsi dari diksi antara lain :
·         Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
·         Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
·         Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
·         Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Diksi terdiri dari delapan elemen yaitu : fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi, dan uterans.
Macam macam hubungan makna :
1.     Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki persamaan / kemiripan makna. Sinonim sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Contoh: Kata buruk dan jelek, mati dan wafat.
2.     Antonim.
Merupakan ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna /ungkapan lain. Contoh: Kata bagus berantonim dengan kata buruk; kata besar berantonim dengan kata kecil.
3.     Polisemi.
Adalah sebagai satuan bahasa (terutama kata atau frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Contoh: Kata kepala bermakna ; bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan, bagian dari suatu yang terletak di sebelah atas atau depan, seperti kepala susu, kepala meja,dan kepala kereta api, bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, kepala paku dan kepala jarum dan Iain-lain.
4.     Hiponim.
Adalah suatu kata yang yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain, sebagai ungkapan (berupa kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan. Contoh : kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan, sebab makna tongkol termasuk makna ikan.
5.     Hipernim.
Merupakan suatu kata yang mencakup makna kata lain.
6.     Homonim.
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan ejaan dan bunyi namun berbeda arti.
7.     Homofon.
Merupakan kata-kata yang memiliki bunyi sama tetapi ejaan dan artinya berbeda.
8.     Homograf.
Merupakan kata-kata yang memiliki tulisan yang sama tetapi bunyi dan artinya berbeda.
Makna Denotasi
Makna Denotasi merupakan makna kata yang sesuai dengan makna yang sebenarnya atau sesuai dengan makna kamus.
 Contoh :
Adik makan nasi.
Makan artinya memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
 Makna Konotasi
Kalau makna Denotasi adalah makna yang sebenarnya, maka seharusnya Makna Konotasi merupakan makna yang bukan sebenarnya dan merujuk pada hal yang lain. Terkadang banyak eksperts linguistik di Indonesia mengatakan bahwa makna konotasi adalah makna kiasan, padahal makna kiasan itu adalah tipe makna figuratif, bukan makna konotasi. Makna Konotasi tidak diketahui oleh semua orang atau dalam artian hanya digunakan oleh suatu komunitas tertentu. Misalnya Frase jam tangan.
Contoh:
Pak Slesh adalah seorang pegawai kantoran yang sangat tekun dan berdedikasi. Ia selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu. Pada saat rapat kerja, salah satu kolega yang hadir melihat kinerja beliau dan kemudian berkata kepada sesama kolega yang lain “Jam tangan pak Slesh bagus yah”.
Dalam ilustrasi diatas, frase jam tangan memiliki makna konotasi yang berarti sebenarnya disiplin. Namun makna ini hanya diketahui oleh orang-orang yang bekerja di kantoran atau semacamnya yang berpacu dengan waktu. Dalam contoh diatas, Jam Tangan memiliki Makna Konotasi Positif karena sifatnya memuji
Makna konotasi dibagi menjadi 2 yaitu konotasi positif  merupakan kata yang memiliki makna yang dirasakan baik dan lebih sopan, dan konotasi negatif merupakan kata yang bermakna kasar atau tidak sopan.

Minggu, 22 Februari 2015

PENGUMUMAN (Mathematics, Sience, and Religion Olympiad 2015)




PENGUMUMAN
(Mathematics, Sience, and Religion Olympiad 2015)



Inilah foto pengumuman dan pemberian hadiah kepada para peserta terbaik yang telah berhasil memenangkan Ajang Bergengsi "The Mathematics, Science, and Religion Olypiad 2015" yang diselenggarakan oleh OSIS MAN Babat pada hari Minggu, tgl 22 Peb.2015.
Olimpiade tahun ini merupakan olimpiade yang paling spektakuler karena diikuti sebanyak kurang lebih 390 peserta dari SMP/MTs se-eks karesidenan Bojonegoro. Dan mereka pada saat PPDB TP. 2015/2016 secara otomatis akan diterima sbg siswa MAN Babat, sedangkan yang mendapat juara akan menerima beasiswa BEBAS SPP selama 2 bulan. Semoga mereka kelak menjadi siswa MAN Babat. Amin.
Keluarga Besar MAN Babat mengucapkan selamat kepada para peserta dan para juara. Ucapan selamat juga disampaikan kepada Panitia (OSIS), dibawa binaan Ibu Dra. Rike Mardiana Hapenawati selaku Waka Kesiswaan, dan seluruh juri.
 







Sabtu, 21 Februari 2015

John Maneba Mencari: INFORMASI PENDAFTARAN PESERTA DIDIK BARU TP. 2015/...

John Maneba Mencari: INFORMASI PENDAFTARAN PESERTA DIDIK BARU TP. 2015/...

INFORMASI PENDAFTARAN PESERTA DIDIK BARU TP. 2015/2016 MAN BABAT



















INFORMASI PENDAFTARAN PESERTA DIDIK BARU TP. 2015/2016 MAN BABAT



















RINGKASAN: TEORI KESUSASTERAAN (RENE WELLEK & AUSTIN WARREN)





RINGKASAN
TEORI KESUSASTERAAN
(RENE WELLEK & AUSTIN WARREN)



Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Pasca Sarjana

ILMU SASTRA UMUM

Dosen Pengampu: Dr. H. Sariban, M.Pd.



 



Disusun Oleh:

Nama           : SARJONO
NIM                  : 140621010119








PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SATRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN
2014

RINGKASAN TEORI KESUSASTERAAN
(RENE WELLEK & AUSTIN WARREN)

BAGIAN 1

DEFINISI DAN BATASAN

1. Sastra Dan Studi Sastra

Pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Seorang penelaah satra harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan harus dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Dengan demikian, studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum sekaligus. Hubungan sastra dan studi sastra menimbulkan beberapa masalah yang rumit. Jalan keluar yang pernah ditawarkan bermacam macam, sejumlah teoritikus menolak mentah mentah bahwa telaah sastra adalah ilmu, dan menganjurkan penciptaan ulang sebagai gantinya yang dilakukan oleh Walter Pater( penyair inggris abad ke 19) mencoba memindahkan lukisan terkenal Karya Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan. Akhirnya, perlu diingat bahwa setiap karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat khusus. Seperti setiap manusia yang memiliki kesamaan dengan umat manusia pada umumnya, dengan sesama jenisnya, dengan bangsanya, dengan kelasanya, dengan rekan rekan seprofesinya. Setiap karya sastra mempunyai ciri yang khas, tetapi juga mempunyai sifat – sifat yang sama dengan karya seni yang lain. Jadi, kita dapat membuat generalisasi  terhadap karya sastra dan drama periode tertentu.

2. Sifat –Sifat Sastra

Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Edwin Greenlaw mendukung gagasan ini: “segala sesuatu yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan termasuk dalam wilayah kita” (“Nothing related to the history of civilization is beyond our province”). Ilmuwan sastra “tidak terbatas pada belles letters atau manuskrip cetakan atau tulisan dalam mempelajari sebuah peiode atau kebudayaan” (“not limited to belles letters o even to printed or manuscript records in our effort to understand a period or civilization”), dan kerja ilmuwan sastra harus dilihat “dari sumbangannya pada sejarah kebudayaan” (“in the light of its possible contribution to the history of culture”).
Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi identik dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai karya imajinatif. Bahasa adalah bahan baku dari sastra sebagai medianya dan bahasa itu sendiri bukan benda mati seperti batu, melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistic dari kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem tanda matematika atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonym dengan kata lain adalah bahasa sastra sangat konotatif. Bahasa satra bukan sekedar bahasa referential, yang hanya mengacu pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif , menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi , membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca.

Bahasa sehari- hari bukanlah sikap yang beragam. Bahasa percakapan, bahasa perdagangan bahasa resmi, bahasa keagamaan dan slang anak muda termasuk bahasa sehari hari. Memang jarang ada kesadaran atas tanda dalam bahasa sehari-hari. Tapi kesadaran ini muncul dalam simbolisme bunyi nama dan kejadian, serta dalam permainan kata. Tak bisa diragukan lagi bahwa bahasa sehari-hari juga mempunyai tujuan mencapai sesuatu, untuk mempengaruhi sikap dan tindakan.Jadi, pertama-tama hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Dalam karya sastra, sarana-sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis.

3. Fungsi Sastra

Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekana emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.segi manfaat sastra tidak terletak pada ajaran-ajaran moralnya. Le bosu mengira hommer menulis illiad untuk itu, bahkan Hegel juga menemukan hal yang sama dalam drama tragedi kesukaanya, Antigone. Bermanfaat dalam arti luas sama dengan tidak membuang buang waktu, bukan sekedar kegiatan iseng. Jadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian serius. Menghibur sama dengan tidak membosankan, bukan kewajiban, dan memberikan kesenangan.

Kalau suatu karya sastra brfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi ( kesenangan dan manfaat ) bukan hanya harus ada melainkan harus saling mengisi, kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan seperti kesenangan fisik lainnya , melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak mencari keuntungan, sedangkan manfaat keseriusan bersifat didaktis adalah keseriusan yang menyenangkan, keseriusan estetis dan keseriusan persepsi. Meskipun demikian bisa saja seorang yang berfikir serba relatif mengatakan bahwa minatnya pada puisi tidak berdasarkanpenilaian estetis, tapi selera pribadi, seperti halya hoby main catur atau mengisi teka teki silang, sebaliknya seorang pendidik bisa saja salah mencari keseriusan sastra yaitu mencarinya pada keterangan sejarah atau ajaran moralnya.

4. Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra

Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Yang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara teori, kritik, dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-karya konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan sejarah sastra masa kini dan masa lampau.

Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah satra dan kritik sastra , bahwa penilaian merupakan hal yang penting, tidsk dapat di sanggah. Tetapi dikatakan pula bahwa sejarah satra mempunyai kriteria dan standartnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang sudah lalu. Menurut ahli rekonstruksi sastra, kita harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang- orang dari zaman yang kita pelajari. Rekonstruksi sejarah sastra telah berhasil memusatkan perhatian pada maksud pengarang yang di telusuri melalui sejarah kritik dan selera. Asumsinya , jika kita dapat memastikan maksud pengarang dan membuktikan bahwa maksud pengarangnya tercapai, masalah kritik sastra sudah selesai. Pengarang sudah menunaikan tugas zaman dan karyanya tidak perlu diulas lagi. Pendekatan ini mengakibatkan pengakuan standart tuggal dalam kritik sastra yang didasarkan pada sukses dizamannya.

5. Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional

Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama dipakai untuk studi sastra lisan, terutama cerita cerita rakyat dan migrasinya, setra bagaimana dan kapan cerita rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sayangnya , hampir studi sastra lisan hanya mengkhususkan diri pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari satu negara ke negara lain. Tapi syukurlah akhir akhir ini ahli folklor mulai mengalihkan perhatian dari studi pola, bentuk dan tehnik kepada morfologi bentuk sastra , permasalahanya sekitar penceritaaan dan narator , serta pendengar dongeng. Dengan demikian jalan untuk mengintegrasikan studi satra lisan dengan konsepsi sastra umum sudah disiapkan. Meskipun studi karya lisan mempunyai permasalahanya tersendiri, yaitu permasalahan penyebaran dan latar sosial. Lagi pula, kesinambungan sastra lisan dan sastra tulisan tidak pernah terputus. Kedua mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, pendekatan ini dipelopori oleh klompok ilmuwan prancis yang disebut comparatistes, dipimpin oleh fernand balden sperger, mereka mengulas soal reputasi, pengaruh dan ketenaran Goethe di Perancis dan di Inggris serta keteneran Ossian, Carlyle, dan Shiller di Perancis. Metodeloginya lebih dari sekedar mengumpulkan informasi tinjauan buku, terjemahan dan pengaruh. Dan yang ketiga sastra bandingan disamakan dengan studi sastra menyeluruh.jadi sama dengan sastra dunia sastra umum atau universal. Istilah sastra umum juga ada kekurangannya. Istilah ini dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra Sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan keberanian untuk menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.


BAGIAN 2

PENELITIAN PENDAHULUAN

6. Memilih dan Menyusun Naskah

Salah satu kegiatan ilmuwan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya, memulihkan dari dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, keaslian, dan tahun penciptaan. Dan semua ini adalah kegiatan persiapan.
Ada dua tingkat kegiatan persiapan dalam memilih naskah:  (1) Menyusun dan menyiapkan naskah, (2) Menentukan urutan karya menurut waktu penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang naskah, meneliti karya kerja sama dan karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang atau penerbit.
Dan ada 5 kegiatan dalam menyusun naskah: (1) Menyusun naskah dan mengumpulkan naskah dalam bentuk manuskrip atau cetakan (2) Membuat katalog atau keterangan bibliografi (3) Proses editing (4) Proses menetapkan silsilah teks berbeda dengan kritik teks dan yang berikutnya , (5) Koreksi teks.

BAGIAN 3

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK

7. Sastra dan Biografi

Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni Sang Pengarang. Biografi dapat dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri perkembangan moral, mental, dan intelektualnya.Dan dapat juga dianggap sebagai studi yang sistematis tentang psikologi pengarang dan proses kreatif. Permasalahan penulis biografi adalah permasalahan sejarah. Penulis biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan, dan pernyataan otbiografis. Ada dua pernyataan yang harus dijawab dalam menyusun biografi sastrawan. Pertama : sejauh mana penulis biografi tersebut dapat memanfaatkan sebagai bahan atau pembuktian? Kedua : sejauh mana biografi itu relavan dan penting untuk memahami karya sastra? Jawaban atas kedua pertanyaan ini sering  sangat optimistis. Bagaimana kalau menyusun biografi menulis tentang sastrawan  zaman lampau yang sulit di telusuri data biografisnya? Biasanya yang ditemukan hanyalah dokumen resmi seperti akte kelahiran, surat perkawinan berkas perkara hukum, dan lain lain.

Pandangan bahwa seni adalah exspresi diri yang murni dan polos yakni perwujudan pengalaman pribadi dan perasaan terbukti keliru. Meskipun ada karya yang erat kaitanya dengan kehidupan pengarangnya , ini bukan bukti bahwa karya sastra merupakan fotokopi kehidupan. Pendekatan biografis sering melupakan bahwa seni bukan sekedar perwujudan pengalaman , tetapi merupakan mata rantai tradisi sastra dan konvensasi, yang menentukan apakah suatu karya tersebut drama atau puisi. Pendekatan biografis tetap mempunyai dampak terhadap penilaian karya sastra. Tidak ada bukti bahwa biografi dapat menambah atau mempengaruhi penilaian kritik sastra.

8. Sastra dan Psikologi

Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. Yang pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe atau studi pribadi. Kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca. Kemungkinan (1) & (2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling kreatif.

Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman yunani , kejeniusan dianggap disebabkan oleh semacam kegilaan dari tingkat neurotik sampai psikosis. Konsepsi zaman dulu yang bertahan sampai sekarang adalah anggapan bahwa bakat penyair merupakan ganti dari sesuatu yang hilang. Kebanyakan pengarang sekarang mulai meningggalkan freudianisme  dan mereka sudah memulai. Berhenti membuat psikoanalisa. Kebanyakan penyair menolak untuk disembuhkan atau menyesuaikan diri dengan norma masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mematikan  dorongan menulis  atau berarti mengikuti arus lingkungan yang dianggapnya munafik dan borjuis. Teori seni sebagai gangguan  emosi menampilkan masalah hubungan imajinasi dengan kepercayaan.

9. Sastra dan Masyarakat

Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah ungkapan masyarakat “ (Literature is an expression of society). Masalah kritik yang berbau penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif : (1) Sosiologi pengarang, profesi pengarang, institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri (3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.

Posisi sastrawan dalam masyarakat dapat ditelusuri secara jelas dalam sejarah. Dalam sastra lisan populer , terlihat besarnya ketergantungan penyanyi. Pada abad pertengahan , kita mengenal beberapa macam pengarang di ruang kecilnya. Sejarah mencatat adanya peralihan dukungan keuangan terhadap sastrawan dari kalangan pelindung seni yaitu kaum bangsawan  pindah  ke para penerbit  yang bertindak sebgai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan tidak merata. Selain bangsawan, gereja dan (kelak) teater  ikut mendukung hidup jenis-jenis sastra tertentu. Untuk beberapa saat lamanya , sastra kehilangan para dermawany. Padahal, saat itu khalayak pembaca juga kurang dapat memberikan dukungan. Akibatnya, keadaan ekonomi para sastrawan zaman itu sangat parah.

10. Sastra dan Pemikiran

Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan mencerminkan sejarah pemikiran. Beberapa puluh tahun yang lalu, sekelompok ilmuwan Amerika menggambarkan studi hubungan sastrawan dengan pemikiran dan menamakan metode mereka dengan “sejarah pemikiran”. Sejarah pemikiran secara tidak langsung membantu pemahaman sastra. Selain itu Lovejoy juga menentang kecenderungan sejarah filsafat untuk mencari unsur-unsur ilmiah pada karya sastra secara berlebihan. Lovejoy mengungkapan bahwa pemikiran ditentukan oleh asumsi kebiasaan mental yang tidak di sadari.

Manfaat pengetahuan sejarah filsafat bagi pemahaman karya sastra memang sangat besar , lagi pula sejarah sastra terutama jika dipenuhi oleh pengarang – pengarang seperti pascal, emerson dan Nietzsche secara terus menerus berisi masalah – masalah sejarah pemikiran. Kalau dilihat secara terpisah dari karya sastra zamannya, secarah kritik memang merupakan bagian dari sejarah pemikiran estetika.

BAGIAN 4

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK

11. Sastra dan Seni

Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Kadang-kadang puisi mendapat inspirasi dari lukisan, patung, atau musik. Karya seni seperti halnya benda dan manusia sering menjadi tema dan objek puisi. Sebagaimana sastra terutama lirik dan drama banyak memakai musik, sastra juga bisa menjado tema seni lukis atau musik terutama seni suara dan musi program. Karya sastra sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan atau menghasilkan efek musikal. Unsur musik dalam sajak, kalau dianalisis, ternyata berbeda dengan melodi musik. Unsur musik disini lebih merupakan hasil susunan pola fenetik, penghindaraan akumulasi konsonan, atau efek ritmis tertentu. Puisi-puisi Romantik (seperti puisi Tieck dan kemudian Verlaine) memakai kesan musikal untuk menekan makna, menghindari kontruksi logis, dan memilih konotasi daripada denotasi. Puisi yang strukturnya terjalin secara padu kurang cocok dijadikan lagu, sedangkan puisi-puisi Heine dan Wilhelm Muller yang kurang bermutu cocok untuk lirik lagu Schubert dan Schumann yang paling indah. Puisi dengan nilai sastra tinggi bisa rusak dan kabur strukturnya jika dijadikan musik walaupun musiknya sangat bagus. Kesejajaran sastra dan seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi tertentu menghasilkan suasana hati (mood) yang sama. Jadi, puisi zaman kini memerlukan poetika baru dan teknik analisis yang tidak bisa diambil dari terminologi seni rupa. Baru sesudah mendapatkan terminologi yang tepat untuk menganalisis karya sastra, kita dapat menentukan batas-batas periodisasi sastra dan bukan sekadar batasan metafisik yang disatukan oleh satu “semangat zaman”

12. Modus Keberadaan Karya Sastra

Penentuan akhir setiap baris, pengelompokan baris menjadi stansa dan alenia persajakan dan permainan kata dapat di lihat dari ejaan serta banyak teknik lain harus dianggap sebagai faktor integral dalam karya sastra. Percetakan adalah bagian penting dari puisi modern karena pada dasarnya puisi di lihat bukan didengar. Perbedaan gaya pengucapan, penekanan, tempo, dan tinggi rendahnya, suara ditentukan oleh kepribadiaan pembaca yang menunjukkan interprestasi pembaca. Puisi merupakan pengalaman pembacanya. Pengalaman membaca puisi di tentukan oleh ke biasaan individu, dan suasana hati. Puisi merupakan sesuatu yang dialami dan diciptakan kembali dalam setiap pengalaman pembaca. Pengajaran sastra bertujuan meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap teks. Puisi juga merupakan pengalaman baik sadar maupun tak sadar. Puisi bukanlah pengalaman seseorang ataupun gabungan pengalaman. Puisi hanyalah penyebap potensial dari pengalaman. Puisi yang sebenarnya harus dilihat sebagai struktur norma yang diwujutkan melalui pengalaman pembaca. Terdapat beberapa pembagian strata yaitu strata bunyi, uniknya makna dan objek yang mewakili oleh kata duni sang novelis. Stratum dunia di lihat dari sudut pandang tertentu tidak dinyatakan tetapi tersirat. Karya sastra merupakan sesuatu yang diciptakan pada satu titik waktu dan dapat berubah serta musnah. Hal tersebut menyerupai sistem bahasa.

13. Efoni, Irama, dan Matra

Karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna.Didalam sejumlah karya sastra stratum bunyi memang kadang kurang penting sedangkan didalam stratum fonetik tetap merupakan prasyarat makna.Dalam banyak karya sastra,stratum bunyi menarik perhatian efek estetis dan berlaku untuk karya prosadan puisi.Dalam menganalisis efek bunyi kita harus selalu mengingat ada dua prinsip.Pertama kita harus membedakan penyajian puisi secara lisan danpola suara puisi.Kedua yang umum adalah bahwa bunyi harus dianalisis terpisah dari makna. Efoni  adalah kombinasi bunyi dalam puisi yang indah dan menimbulkan kesam merdu.Didalam efoni kita perlu membedakan dua macam unsur bunyi yaitu.Yang pertama unsur bunyi yang melekat dan terikat,misalnya kekhasan bunyi a atau o atau juga I dan o. Kualitas ini merupakan dasar untuk efek musikal atau efoni.Kedua unsur bunyi yang terkait yang merupakan dasar irama dan matra,misalnya adalah titik nada,lama bunyi,tekanan dan pengulangan. Masalah irama bukan hanya terbatas pada sastra atau bahkan bahasa.Irama sebagai bunyi yang berulang secara periodik.Irama dekat hubungannya dengan melodi,intonasi yang ditentukan oleh urutan tinggi rendah suara. Ilmu matra adalah bidang ilmu yang sudah banyak ditekuni. George R. Stewart memformulasikan bahwa puisi dapat berdiri tanpa makna karena matra pada dasarnya tidak tergantung dari makna,kita dapat mencoba mereproduksi struktur matra dari baris mana saja tanpa melihat maknanya.

14. Gaya dan Stilistika


Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung padanya. Dalam tesisnya dia berkata : pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari penyairnya, tapi dari bahasa yang dipakainya. Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistic yang kua, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontras system bahasa karya sastra dengan penggunaan bahasa pada zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya bersifat estetis.

15. Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos

Jika kita berhenti menguraikan puisi dalam bentuk prosa dan  mulai mrmpelajari makna puisi dari keseluruhan strukturnya yang kompleks, berarti kita mulai berhadapan dengan inti struktur puisi, yaitu citra, metafora, simbol dan mitos. Menurut seorang kritikus modern, dua unsur yang mendasari puisi adalah matra dam metafora. Lagi pula, matra dan metafora tidak dapat dipisahkan, dan definisi puisi harus cukup luas sehingga mencakup keduanya dan dapat menerangkan keduanya. Teori puisi tadi juga dikemukakan oleh Coleridge dalam Biographia Literaria. Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologo kata citra berarti reproduksi mental, sutu ingatan masa lalu yang besifat indrawi dan berdasarkan presepsi dan tidak selalu bersifat visual. Ahli-ahli psikologi dan estetika menyusun berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan cita rasa pencicipan, ada yang berkaitan dengan penciuman. Ada pula yang berkaitan dengan suhu dan tekanan. Simbol adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantik, semiotik dan epistomologi, simbol juga memiliki sejarah panjang didunia teotologi, dibidang liturgi, di bidang puisi dan seni rupa. Unsur yang sama dalam beraneka penggunaan di atas adalah sifat simbol unruk mewakili sesuatu yang lain. Simbol logika dan aljabar adalah tanda konvensional yang disetujui bersama. Mitos adalah naratif, cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat irasional dan instuitif, bukan uraian filosofis yang sistematis. Istilah mitos mengacu dan meliputi wilayah makna yang penting, yang masuk dalam bidang agama, foklor, antropologi, sosiologi, psikoanalisis dan seni rupa. Dalam pengerian luas, mitos adalah cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup. Dalam sastra motif mitos yang penting adalah citra atau gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat sosial atau supernatural, cerita atau unsur naratifnya, segi arketip atau universalnya, perwujudan simbolis dari hal-hal yang ideal dalam adegan-adegan yang nyata, sifatnya yang menyiratkan ramalan, rencana, dan unsur mistiknya

16. Sifat dan Ragam Fiksi Naratif

Realitas dalam karya fiksi,yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan kepada pembaca,tidak selalu merupakan kenyataan sehari-hari.Raalisme dan naturalisme dalam drama atau novel adalah gerakan,kovensi,dan gaya sastra atau sastra filsafat,seperti romantisme dan suralisme. Fiksi naratif atau lebih tepatnya cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu.Cerita banyak bersumber dari sejarah.Sastra sering digolongkan sebagai seni waktu (berbeda dengan seni lukis dan seni patung yang merupakan seni ruang). Sejarah adalah sesuatu yang tidak nyata:sejarah adalah hanyalah usaha yang membuka gulungan waktu yang tidak menghasilkan sesuatu yang luar biasa;dan novel adalah sejarah yang fiktif.Dalam bahasa Inggris ada dua ragam fiktif naratif yang utama disebut romance(romansa) dan  novel.Perbedaan dua ragam tersebut ialah novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku nyata dan romance hanyalah ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah.Novel bersifat ralistis sedangkan romance bersifat puitis dan epic.

17. Genre Sastra

Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu. Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yaitu ada dua jenis utama sastra, tragedi dan epik. aliran Neo- Klasik adalah percampuran antara resionalisme dan sikap otoriter, kecenderungannya adalah bersifat konservatif, mempertahankan sejauh mungkin jenis-jenis yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis. Hierarki jenis-jenis sastra sebagian merupakan suatu kalkulus yang bersifat hedonistis artinya dalam doktrin-doktrin klasik, skala kesenangan tidak bersifat kuantitatif. Masalah genre jelas merupakan masalah inti sejarah sastra dan sejarah kritik sastra, serta kaitan  antara keduanya. Masalah genre meletakkan masalah filosofis yang menyangkut kaitan antara kelas dan individu pengarang, serta kaitan antara satu orang dan banyak orang, dalam konteks sastra yang kusus. Masalah genre adalah masalah yang menyangkut sifat dari bentuk-bentuk sastra yang universal.

18. Penilaian

Kita perlu membedakan istilah “nilai” dari “penilaian”. Sepanjang sejarah , oran gtelah tertarik dan menganggap sastra lisan maupun cetakan “bernilai” positif. Tetapi kritikus dan filsuf yang membuat “penilaian” terhadap sastra , atau karya sastra tertentu , mungkin mengambil keputusan yang yang negatif. Konsep tentang kemurnian adalah saslah satu unsur analisis,kita dapat mulai dengan unsur yang lain, yaitu unsur susnan da gunsi,yang menentukan suatu karya sastra atu bukan sastra bukanlah unsur-unsurnya,tetapi bagaimana unsur-unsur itu disatukan dan berfungsi.Kita perlu menilai kesastraan sastra berdasarkan kriterian estetis dan menilai kebesaran suatu karya sastra berdasarkan kriterian eksatra-estetis,kita perlu membuat dikontomi atas penilaian yang pertama,yaitu penilaian kesastraan. Mula-mula kita mengklasifikasikan konstruksi verbal karya sastra (misalnya cerpen,puisi,drama),kemudian kita menanyakan apakah karya sastra itu merupakan karya sastra itu damam suatu ranking untuk mendapatkan kedudukanya sebagai pengalaman estetis,penialaian kedua ,mengenai kebesaran karya sastra menyangkut astandr dan norma ,kritikus-kritikus modern yang hanya membatasi diri pada penilaian pertama disebut kelompok”formalis”. aliran formalisme terhadap seni bersifat otomistis,mengukur sifat puitis bahan-bahan mentah saja,dan tidak mengukur nilai puitis keseluruhan karya. Keinginan untuk mengukuhkan nilai-nilai sastra yang objektif,bukan berarti menjanjikan keterikatan pada suatu norma-norma yang statis,yang tidak mengenal penambahan nama dan perubahan peringkat.

19. Sejarah Sastra

Sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra , atau impresi dan penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara kronologis. Ada kelompok lain yang menyadari bahwa sastra adalah seni nomor satu , sayangnya kelompok ini tidak dapat menulis sejarah. Mereka hanya menampilkan satu seri esai tentang pengarang-pengarang tertentu, yang saling dikaitkan oleh  “ pengaruh – pengaruh “ , tetapi esai – esai itu tidak didasarkan pada konsepsi  evolusi sejarah yang nyata. Kebanyakan sejarah sastra yang paling menonjol adalah sejarah kebudayaan atau kumpulan kritik sastra. Tipe pertama adalah disebut sejarah seni, sedangkan tipe yang kedua bukan sejarah seni. Tugas utama sejarah sastra adalah meletakkan kedudukan yang tepat dari setiap karya dalam suatu tradisi.Salah satu tipe seri evolusi dapat disusun dengan cara memisahkan salah satu kecenderungan dalam karya sastra , lalu menelusuri perkembangannya dalam mencapai suatu tipe ideal (walaupun hanya sementara saja bersifat ideal). pada kriteria sastra yang murni. Suatu periode bukanlah suatu tipe atau kelas , tetapi merupakan bagian waktu yang dijabarkan oleh sistem norma yang melekat pada proses sejarah , dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.Kejelasan tentang skema hubungan antara beberapa metode merupakan obat untukkerancuan mental ,meskipun seseorang berhak untuk mengkombinasikan beberapa metode dalam menyusun sejarah sastra.