TEORI
KEBUDAYAAN DAN TEORI SASTRA
Setya Yuwana
FBS UNESA
PARADIGMA
TEORI
PROPOSISI
KONSEP
Dirangkum oleh
Sarjono
Paradigma:
(cara pandang keilmuan)
Unsur-unsur dalam
paradigma:
Ø
Asumsi-asumsi
dasar
Ø
Model
Ø
Konsep
Ø
Metode penelitian
Ø
Metode analisis
Ø
Hasil analisis
atau simpulan, yang bisa dikatakan sebagai “teori” yang dihasilkan
Asumsi dasar:
(unsur yang
sangat penting dan menjadi dasar bagi unsur-unsur yang lain)
Model: analogi
atau perumpamaan. Model selalu ada dalam setiap paradigma, walaupun
kehadirannya tidak selalu disadari oleh ilmuwan yang menggunakan paradigma
tersebut.
Idealnya, seorang
ilmuwan menyadari betul model yang digunakan agar tidak menjadi ilmuwan
“dogmatis” yang memandang dirinya paling benar.
Contoh:
“Paradigma fungsionalime Durkheim
menggunakan organisme sebagai modelnya”
Pandangan paradigma
fungsionalisme Durkheim:
Ø Masyarakat itu sebagai organisme
Ø Kebudayaan itu seperti organisme
Gejala/fenomena yang
dipelajari akan dipandang atau diumpamakan seperti makhluk hidup yang terbangun
dari berbagai macam unsur yang saling berhubungan secara fungsional satu dengan
yang lain. Adanya hubungan fungsional antargejala juga adanya saling pengaruh
atau saling ketergantungan antargejala tersebut. Inilah yang membuat
perubahan-perubahan pada unsur-unsur yang lain, dan akhirnya juga pada
keseluruhan sistem gejala yang dipelajari.
Konsep utama paradigma fungsionalisme
Durkheim: “sistem” dan “fungsi”
Sebuah sistem yaitu suatu kesatuan yang terbentuk oleh
berbagai macam unsur karena adanya hubungan fungsional dan hubungan saling
ketergantungan antar berbagai macam unsur tersebut.
Fungsi suatu unsur – sebagaimana dikatakan
Radcliffe-Brown adalah sumbangan atau kontribusinya terhadap satu atau beberapa
unsur yang lain atau terhadap keseluruhan organisme atau sistem gejala yang
dipelajari.
Adanya konsep “fungsi” dan “sistem” dalam
fungsionalisme Durkheim – yang dilanjutkan oleh Radcliffe-Brown dan diwarisi
dan disempurnakan oleh Talcott Parsons, sehingga aliran ini kemudian lebih
dikenal dengan nama “fungsionalisme struktural”.
Kata “aesthetica‟ berasal dari
kata “aesthesis‟ artinya pengamatan indra atau sesuatu yang merangsang indra
n Baumngarten mengartikan “estetika‟ sebagai pengetahuan
yang berkaitan dengan objek yang dapat diamati dan merangsang indra, khususnya
karya sastra
n Comaraswarny dan Gadamer à
menolak pengertian yang dikemukakan
Baumngarten mereduksi karya sastra dan objek-objek indah hanya sebagai fenomena
psikologi dan selera subjektif
Iman al-Ghazali:
Efek yang
ditimbulkan karya sastra terhadap jiwa manusia sangat besar, dan karena nya
menentukan moral dan penghayatan keagamaannya. Apabila masalah estetika hanya
dikaitkan dengan selera dan kesenangan sensual, atau kesenangan inderawi, maka
nilai sastra itu akan merosot
Monroe C. Beardsley:
n Pembicaraan tentang hakikat karya sastra dan
objek-objek indah buatan manusia;
n Pembicaraan tentang maksud dan tujuan penciptaan karya
sastra serta cara bagaimana memahami dan menafsirkannya
n Mencari tolok ukur penilaian karya sastra dengan kaidah-kaidah
tertentu yang memadai
Kesempurnaan karya sastra:
n Sempurna dilihat dari sudut bobot gagasan, konsep, dan
wawasannya;
n Sempurna dilihat dari besarnya fungsi sebuah karya sastra
dalam kehidupan manusia
n Sempurna dilihat dari sudut nilai-nilai yang
ditawarkan karya sastra dan relevansinya bagi perkembangan kebudayaan
n Sempurna dilihat dari sudut kesesuaian karya sastra
dengan cita-cita kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan/kerohanian yang hendak
ditegakkan manusia
n Sempurna dilihat dari sudut kegunaan
Unsur-unsur
estetis dalam sastra lukis:
Garis
Bentuk
Warna
Tekstur
Ruang
Cahaya
Makna
Lambang
Garis: serangkaian titik-titik yang
berjajajarn dan berkesinambungan, mempunyai arah dan ketebalan
Garis
linier/garis nyata/atau garis aktual: garis yang dihasilkan dari goresan suatu
benda atau dengan menggunakan peralatan mekanis
Garis kaligrafi:
garis yang dibuat dengan goresan tangan bebas
Garis semu:
secara aktual tidak ada tetapi dari segi pengamatan terasa kehadirannya,
berfungsi sebagai batas suatu bentuk atau alur penghubung antar bentuk, antar
bidang, atau antar warna.
Bentuk dan ruang:
Dua unsur yang
saling berkaitan. Bentuk tampak karena adanya ruang, sedangkan ruang hadir
karena keberadaan bentuk. Bentuk pada keadaan tertentu menempati ruang,
sekaligus juga membentuk ruang
Tekstur/barik:
sifat permukaan suatu benda, yang terjadi sengaja dibuat manusia atau pun
terjadi secara alami
ü Licin
ü Halus,
ü Kasar
ü Berkerut
ü Kusam,
ü Kilap, dst.
Warna: sarana terpenting bagi perupa
karena dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya.
Ø Warna tidak terbatas pada warna-warna spektrum tetapi
juga termasuk warna netral, yakni: hitam-putih, deret warna abu-abu, dan
seluruh ragam nada serta rona warna.
Ø Warna juga berkaitan langsung dengan perasaan dan
emosi seseorang
Ruang
Permainan
ruang di dalam sastra lukis bertujuan untuk memberi kesan gerakan pada benda di
dalam suatu adegan yang digambarkan. Selain itu, bertujuan untuk memberi kesan
menonjol pada objek-objek yang dipentingkan, serta untuk mengaburkan objek yang
dianggap tidak begitu penting.
Cahaya
Pencahayaan
atau gelap terang merupakan merupakan unsur penting karena setiap bentuk suatu
objek tidak dapat terlihat tanpa adanya cahaya, dan cahaya adalah sesuatu yang
selalu berubah derajat intensitasnya, maupun sudut jatuhnya.
Prinsi-prinsip
Estetis Sastra Lukis:
Ø kesatuan
Ø keserasian
Ø keseimbangan
Ø irama dan perulangan
Ø kesebandingan
Ø aksentuasi
Elemen-elemen
tari:
Ø tubuh
Ø ruang
a.
ruang positif
b.
ruang negatif
Ø Imaji dinamis
Ø kekuatan (energi)
Ø waktu
Unsur-unsur pendukung tari:
Ø musik
Ø tata rias
Ø busana
Ø properti tari
Ø sesaji dan persyaratan upacara
Ø kurban binatang
Ø pusaka
Musik
Ø kaitan musik dan tari
Ø tari yang memimpin
Ø musik yang memimpin
Ø tari dan musik yang berimbang
Ø musik internal dan musik eksternal
Ø musik vokal
Ø musik instrumental
Ø musik gabungan (vokal dan instrumental)
Fungsi Sosial
Tari Komunal
Ø hiburan
Ø ekspresi artistik dan kesastramanan
Ø integrasi sosial
Ø identitas kebudayaan
Ø terduga tak terduga
Ø forum sialog dan kritik sosial
Ø ritual
Ø pendidikan
Kesastraan
sebagai unsur kebudayaan
v Kesastraan sebagai sistem simbol
v Kesastraan sebagai pelembagaan agama
v Kesastraan sebagai ritual
v Kesastraan sebagai kesadaran religius
Teori Sosial
ü Teori sistem
ü Teori sibernetika
ü Teori aksi
ü Teori kewenangan
ü Teori sosiologi budaya Raymond William
TEORI MIMESIS
Ø Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau jiplakan).
Ø Plato (428-348) dalam Negara (kitab kesepuluh)
sikap negatif terhadap sastra.
Ø Sastra hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang
kenyataan dan tetap jauh dari “kebenaran”
Ø Seorang tukang lebih dekat dengan kebenaran daripada
seorang pelukis atau penyair.
Aristoteles: mimesis tidak semata-mata
menjiplak kenyataan, melainkan merupakan sebuah
proses kreatif sastraman, sambil bertitik
pangkal pada kenyataan, menciptakan sesuatu yang baru.
Aristoteles dalam bukunya Poetica tidak
memandang sastra sebagai copy mengenai kenyataan, melainkan sebagai
ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum).
Ø Sastra lebih tinggi daripada penulisan sejarah.
Zaman
Renaissance:
Ø Plotinus (filsuf Yunani abad ke-3 M) menafsirkan sastra
tidak sebagai suatu pencerminan tentang kenyataan inderawi, melainkan sebagai
pencerminan langsung mengenai ide-ide.
Ø Sastra tidak menjiplak begitu saja secara dangkal
kenyataan inderawi, melainkan mencerminkan suatu kenyataan hakiki yang lebih
luhur, menyentuh sebuah dimensi lain yang lebih mendalam.
Zaman Romantik:
v Aliran ini memperhatikan yang aneh-aneh, yang tidak riil,
yang tidak masuk akal.
v Apakah dalam karya sastra kenyataan inderawi
ditampilkan sehingga kita dapat mengenalnya kembali, tidak diutamakan lagi.
TEORI MIMESIS
>< TEORI CREATIO
Sastra
menciptakan sebuah dunia sendiri, sebuah dunia yang serba baru, yang kurang lebih lepas dari kenyataan
Aristoteles
menerangkan bahwa seorang sastraman justru karena daya cipta artistik-nya mampu
menampilkan perbuatan manusia yang universal
Kaum kritisi
marxis: karena susunan artistiknya sebuah karya sastra dapat menampilkan suatu
gambaran menyeluruh tentang kenyataan.
Sastra dan
Masyarakat
Sastra dapat
dipandang sebagai fenomena sosial
Sastra yang
diciptakan pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan
adat-istiadat zaman itu
Sastraman
menciptakan karyanya selaku warga masyarakat dan menyapa penikmat yang
sama-sama merupakan warga masyarakat tersebut.
Hubungan Sastra dan Masyarakat, dapat
diteliti dengan berbagai cara:
a) Yang diteliti faktor-faktor di luar karya sastra,
fenomena konteks sastra. Misalnya: meneliti kedudukan sastraman di dalam
masyarakat, penikmat, atau “pasar” sastra.
b) Yang diteliti hubungan antara (aspek-aspek) sastra
dan susunan masyarakat.
Karl Marx:
Susunan
masyarakat dalam bidang ekonomi, yang dinamakan bangunan bawah, menentukan
kehidupan sosial, politik, intelektual, dan kultural bangunan atas.
Pertentangan
kaum borjuis dan proletar secara niscaya menuju revolusi yang menghancurkan
sistem kapitalis; kaum proletar yang jaya melaksanakan masyarakat tanpa kelas.
Perubahan bangunan bawah mengakibatkan perubahan bangunan atas.
Bagi
Marx, sastra sama dengan gejala-gejala kebudayaan lainnya mencerminkan hubungan
ekonomi; sebuah karya sastra hanya dapat dimengerti kalau dikatkan dengan
hubungan-hubungan tersebut.
Lenin:
(Peletak dasar kritik sastra Marxis)
Sastra terikat akan
kelas-kelas yang ada di dalam masyarakat, sastra mencerminkan kenyataan sebagai
ungkapan pertentangan kelas.
Pandangan
Lenin:
(1) sastra harus mempunyai suatu fungsi sosial;
(2) sastra harus mengabdi pada rakyat banyak;
(3) sastra harus merupakan bagian dalam kegiatan
partai komunis
Realisme
Sosialis:
n Hubungan dialektik antara sastra dengan kenyataan.
n Di satu pihak kenyataan tercermin di dalam karya sastra
sehingga sastra dipandang sebagai tafsiran yang tepat mengenai
hubungan-hubungan di dalam masyarakat (realisme), di pihak lain sastra juga
mempengaruhi kenyataan sehingga mempunyai tugas mendampingi partai komunis
dalam perjuangannya membangun suatu masyarakat yang baru yang lebih baik
(sosialistik).
n Realisme sosialis menuntut para sastraman agar
melukiskan kenyataan dalam perkembangan revolusionernya, selaras dengan
kebenaran dan fakta sejarah. Pelukisan yang bersifat artistik hendaknya
digabungkan dengan tugas mendidik kaum buruh sesuai dengan semangat komunis.
n Sastra dibebani dua tugas yang berbeda:
1) Sastra hendaknya melukiskan kenyataan selaras
dengan kebenaran,
2) tetapi sekaligus kenyataan itu ingin diubah
Georg Lukacs
n Mendukung pendapat Marx, bangunan bawah, kehidupan
ekonomi, menentukan bangunan atas yang bersifat ideologik, tetapi ia melawan
kaum “marxis picisan” yang mengira perkembangan ekonomi secara mekanik dan
niscara mengakibat kan bangunan atas.
n Mendukung pendapat Lenin, terdapat hubungan timbal
balik antara bangunan bawah dan atas, dengan catatan bangunan bawah selalu
menentukan.
n Menurut Lukacs kenyataan mempunyai berbagai tahap.
Kulit dunia luar secara langsung dapat diamati, tetapi terdapat juga unsur-unsur
dan kecenderungan-kecenderungan dalam kenyata an yang terus-menerus berubah,
tetapi yang secara teratur, menurut suatu hukum tertentu, selalu kembali.
n Tugas kesastraan ialah menampilkan kenyataan dalam
keseluruhannya.
n Sastra yang sejati tidak merekam kenyataan sebagai
sebuah tustel foto, tetapi melukiskan kenyataan secara keseluruhannya.
n Yang merupakan aspek paling penting di dalam kenyataan
ialah masalah kemajuan manusia.
n Seorang sastraman yang tidak merasa antusias terhadap
kemajuan, yang tidak membenci reaksi, yang tidak mencintai kebaikan dan yang
tidak menolak kejahatan, tidak dapat membedakan dengan tepat berbagai unsur
itu, khusus kalau ini dilihat dalam keseluruhan perkembangan masyarakat.
Bertolt Brecht
n Seorang sastraman tidak dapat bersifat netral, ia
harus memperjuangkan kaum buruh
n Sastra harus bertujuan untuk mengubah masyarakat
Strukturalisme
n Struktur ialah kaitan-kaitan tetap antara
kelompok-kelompok gejala.
n Kiblat strukturalisme sastra pada strukturalisme dalam
ilmu bahasa. Ada 2 pengertian kembar dalam ilmu lingustik strukturalis:
signifiant-signifie dan paradigma-syntagma
Ø Signifiant: yang
memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda atau lambang
Ø Signifie: yang
diartikan. Istilah “signifiant” dan “signifie” kadang-kadang
dipergunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu hubungan antara karya sastra
dengan objek kenikmatan estetis.
Ø Paradigmatik ialah
hubungan antara unsur-unsur yang saling berkaitan karena kemiripan sistematik.
Ø Syntagma terjadi
apabila kita mengga bungkan unsur-unsur yang disaring dari berbagai paradigma
Strukturalisme
Ceko
n Tokoh-tokoh: Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka
n Konsep utama, konsep kembar mengenai artefact (karya
sastra sebagai tanda) dan objek estetik (pengertian yang dikonkretkan
oleh penikmat). Artefact itu tetap sama, tidak mengalami perubahan,
sedangkan objek estetik selalu berubah.
n Pengertian struktur berarti, bahwa sebuah karya
memiliki relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan
keseluruhan. Hubungan tidak hanya yang bersifat positif, seperti kemiripan dan
keselarasan, melainkan juga negatif, seperti pertentangan dan konflik.
Semiotik:
Semiotik
atau semiologi ilmu
yang secara sistematik mempelajari tentang tanda-tanda dan lambang-lambang
(semeion, bhs. Yunani = tanda), sistem-sistem lambang, dan proses-proses
perlambang an.
Semiotik ala
Charles Sanders Peirce
Menurut Peirce ada
tiga faktor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu “tanda itu sendiri”, “hal
yang ditandai”, dan “sebuah tanda
baru yang terjadi dalam batin penerima”. Tanda itu merupakan suatu gejala
yang dapat dicerap. Antara tanda pertama dan apa yang ditandai (yang diacu)
terdapat suatu hubungan representasi (to represent =
menghadir kan, mewakili).
Objek
Representamen interpretan
Representamen: unsur tanda yang mewakili sesuatu.
Objek:
sesuatu yang diwakili
Interpretan:
tanda yang tertera di dalam pikiran si penerima setelah melihat representamen.
Representamen membentuk suatu tanda dalam benak si penerima, tanda
itu dapat merupakan tanda yang sepadan atau dapat merupakan tanda yang telah
lebih berkembang. Ada syarat yang diperlukan representamen dapat menjadi
tanda, yaitu adanya ground. Tanpa ground, representamen sama
sekali tak dapat diterima. Ground adalah persamaan pengetahuan yang ada
pada pengirim dan penerima tanda sehingga representamen dapat dipahami. Apabila
ground tidak ada, representamen sama sekali tidak akan dipahami oleh penerima tanda.
Trikotomi Tanda Pertama
Ø
Ikon
Ø
Indeks
Ø
Simbol
(a) Ikon: adalah hubungan berdasarkan kemiripan. Representamen memiliki
kemiripan dengan objek yang diwakilinya. Ikon terdiri atas: ikon topologis,
ikon diagramatik, dan ikon metaforis
(1) Ikon topologis adalah hubungan berdasarkan kemiripan bentuk seperti
peta dan lukisan realis.
(2) Ikon diagramatik adalah hubungan yang berdasarkan kemiripan
tahapan, seperti diagram.
Contoh: hubungan antara tanda-tanda pangkat militer
dengan kedudukan kemiliteran yang diwakili tanda-tanda pangkat itu.
(3) Ikon metaforis adalah
hubungan yang berdasar kan kemiripan meskipun hanya sebagian yang mirip,
seperti bunga mawar dan gadis dianggap memiliki kemiripan (kecantikan,
kesegaran). Namun kemiripan itu tidak total sifatnya.
(b) Indeks:
hubungan yang memiliki jangkau an eksistensial.
Contoh: dalam kehidupan sehari-hari, belaian
(kedekatan) dapat mengandung arti banyak. Tingkah laku manusia juga merupakan
indeks sifat-sifatnya. Contoh lain, misalnya, asap yang merupakan indeks adanya
api, panah penunjuk jalan yang merupakan indeks arah.
(c) Simbol: tanda yang
paling canggih karena sudah berdasarkan persetujuan dalam masyara kat
(konvensi)
Contoh:
Rambu-rambu lalu lintas, kode simpul kepramukaan, bahasa merupakan simbol
karena berdasarkan konvensi yang telah ada dalam suatu masyarakat.
Trikotomi kedua:
Hubungan Representamen dengan Tanda
a. Qualisign: sesuatu yang mempunyai
kualitas untuk men jadi tanda. Ia tidak dapat berfungsi sebagai tanda sampai ia
terbentuk sebagai tanda. Contoh: kertas minyak berwarna kuning mempunyai
kualitas untuk menjadi tanda kematian
b. Sinsign: sesuatu yang sudah terbentuk
dapat dianggap sebagai representamen, tetapi belum berfungsi sebagai tanda.
Apabila kertas minyak yang berwarna kuning itu telah dibentuk menjadi bendera
kecil, tetapi belum dipasang, ia disebut sinsign.
c. Legsign: sesuatu yang sudah menjadi
representamen dan berfungsi sebagai tanda. Setiap tanda yang sudah menjadi
konvensi adalah legsign.
Trikotomi ketiga: Hubungan Interpretan dengan Tanda
a. Rheme:
segala sesuatu yang dianggap sebagai tanda. Contoh: semua kata (kecuali “ya”
dan “tidak”) merupakan rheme. Jadi, rheme merupakan suatu kemungkinan
interpretan.
b. Discent:
tanda yang mempunyai eksistensi yang aktual. Sebuah proposisi, misalnya,
merupakan discent. Proposisi memberi informasi, tetapi tidak
menjelaskan. Decisign bisa benar dan bisa juga salah, tetapi tidak
memberikan alasannya.
c. Argument adalah tanda yang sudah menunjukkan per kembangan dari premis ke
simpulan dan cenderung mengarah pada kebenaran. Discent hanya menyatakan
kehadiran objek, sedangkan argument membuktikan kebenarannya.
TEORI
HERMENEUTIKA
Hermenutika berasal dari istilah Yunani dari akar hermeneuein yang
berarti „menafsirkan‟ dan kata benda hermeneia
yang berarti „interpretasi‟.
Tiga bentuk makna dasar hermeneuein dan hermeneia:
1.mengungkapkan
kata-kata, misalnya “to say”;
2.menjelaskan,
seperti menjelaskan sebuah situasi;
3.menerjemahkan,
seperti dalam transliterasi bahasa asing.
Enam Definisi
Modern Hermeneutik
1.teori
eksegesis Bibel;
2.metodologi
filologi secara umum;
3.ilmu
pemahaman linguistik;
4.fondasi
metodologis geistewessenshaften;
5.fenomenologi
eksistensi dan pemahaman eksistensial, dan;
6.sistem
interpretasi, baik recolektif maupun iconoelastic, yang digunakan
manusia untuk meraih makna di balik mitos dan simbol.
Fokus Ganda
Hermeneutika:
Teori pemahaman
dalam pengertian umum;
Apa yang dicakup dalam eksegesis teks
linguistik, problem hermeneutis.
Hermeneutika
menemukan bentuk kebenarannya pada masa Schleiermacher dan Diltey, ketika
hermeneutika dimasukkan ke dalam teori umum pemahaman linguistik
PROYEK HERMENEUIKA UMUM
SCHLEIERMACHER
Interpretasi Gramatis: diawali dengan berdasarkan
aturan objektif dan umum;
Interpretasi Psikologis: memfokuskan pada apa itu
subjektif dan individual.
Wilhelm Dilthey: Hermeneutik sebagai
Fondasi Geisteswissenschften
Pengalaman
Ekspresi
Karya Sastra sebagai Objektivikasi Pengalam Hidup
Pemahaman
Kontribusi Heidegger terhadap
Hermeneutika Sastra
Hakikat sastra bukan
terletak pada nilai keterampilan manusia, namun justru pada pengungkapannya.
Menafsirkan karya sastra berarti beralih ke dalam ruang yang terbuka di mana
karya tersebut telah ditegakkan. Kebenaran sastra bukanlah harmonisasi dangkal
dengan sesuatu yang sudah ada (yakni pandangan tradisional akan kebenaran
sebagai hal yang benar).
Kritik Gadamer terhadap Estetika Modern
Subjek yang merenungkan objek estetis merupakan suatu kesadaran kosong
yang sedang menerima persepsi yang dan terkadang menikmati keberlangsungan
bentuk inderawi yang murni. “Pengalaman estetis” bersifat terpisah dan terputus
dari yang lainnya, ia merupakan bidang yang lebih pragmatis, ia tidak dapat
diperkirakan dalam hal “kandungan”nya, karena ia merupakan respons yang muncul.
Pengalaman estetis tidaklah menghubungkan dirinya dengan pemahaman diri akan
subjek, atau waktu; ia dipandang sebagai momen a-temporal tanpa adanya acuan
terhadap yang lainnya kecuali dirinya sendiri.
Teori Feminis
Latar Belakang Feminis di Amerika:
1.
Aspek politis, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika (1776) dicantumkan “all
men are created equal” (semua laki-laki diciptakan sama);
2.
Aspek agama, gereja bertanggung jawab atas keduduk an wanita yang inferior,
karena baik agama Protestan maupun Katolik menempatkan perempuan pada posisi
yang lebih rendah daripada laki-laki;
3.
Konsep sosialis dan konsep Marxis. Wanita merupakan kelas dalam masyarakat yang
ditindas oleh kelas lain, yaitu laki-laki.
Tuntutan Kaum Feminis Amerika:
Bidang hukum,
hak-hak dalam perkawinan
Bidang ekonomi,
hak atas harta
Bidang sosial,
wanita ngurus rumah tangga dan tidak diberi kesempatan memperoleh pendidikan
tinggi, dan memangku jabatan tertentu.
Bidang politik,
dunia politik adalah dunia laki-laki.
Ragam Kritik Sastra
Feminis:
Ø Kritik sastra ideologis
Ø Kritik yang mengkaji karya sastraman-sastraman
perempuan
Ø Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra
feminis Marxis
Ø Kritik sastra feminis psikoanalitik
Ø Kritik sastra lesbian
Ø Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra
feminis-etnik
Penerapan Kritik Sastra
Feminis:
Ø Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita dalam
sebuah karya sastra;
Ø Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang
memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati;
Ø Mengamati sikap sastraman yang karyanya sedang kita
kaji.
PASCASTRUKTURALISME
Munculnya Pascastrukturalisme karena adanya kelemahan-kelemahan
Strukturalisme, di antaranya:
1. Penerapan strukturalisme
dipandang sebagai kolonisasi akademis;
2. Gagasan struktur di dalam
linguistik membuat kritikus sastra mengadapi karya sastra hanya sebagai
perantara bagi ditemukannya struktur yang ada di baliknya dan yang sudah ada
atau mapan sebelumnya;
3. Analisis struktural diarahkan
pada penemuan rasionalitas, koherensi rahasia dari suatu objek, dan struktur
itu sendiri dipahami sebagai simulakrum dari suatu objek;
4. Cara kerja strukturalisme
tidak lebih dari komentar yang mempertanyakan persoalan apa yang dikatakan oleh
teks.
Pascastrukturalisme
Ø Wacana yang self-reflektif, wanaca yang
terus-menerus membedah dirinya dan melawan sistemnya sendiri sehingga kritiknya
menghindari untuk menjadi kukuh, menjadi metode yang mapan.
Ø Melibatkan suatu perubahan dari makna ke pemanggungan,
dari penanda ke petanda.
Ø Tidak mengizinkan segala definisi yang denominatif,
terpadu atau pantas mengenai dirinya.
Ø Melakukan kritik terhadap metafisika (konsep-konsep
mengenai kausalitas, identitas, subjek, dan kebenaran, kritik terhadap teori
mengenai tanda, pengakuan, dan inkorporasi mode-mode pemikiran psikoanalitik.
Ø Meretakkan kesatuan tanda yang stabil, subjek yang
terpadu.
Sarup menjelaskan kritik
pascastrukturalisme terhadap metafisika bersifat sosial-ideologis:
Ø Kritik terhadap subjek manusia
Ø Kritik terhadap historisisme
Ø Kritik terhadap makna
Ø Kritik terhadap filsafat
TEORI-TEORI
PASCASTRUKTUTRALISME
Teori
Psikoanalisis Lacan
Dekonstruksi
Derrida
Teori Wacana
Foucault
Teori
Psikoanalisis Lacan
Didasarkan pada penemuan antropologi dan linguistik struktural
Kata kunci:
1. Ketidaksadaran merupakan
suatu struktur yang tersembunyi yang menyerupai struktur bahasa. Pengetahuan
mengenai dunia, mengenai orang-orang l lain dan diri ditentukan oleh bahasa.
Bahasa merupakan prekondisi bagi tindakan menjadi sadar akan diri sebagai entitas
yang berbeda dari yang lain.
2. Bahasa juga merupakan sesuatu
yang diadakan secara sosial, sebuah kebudayaan, larangan-larangan, dan
hukum-hukum.
Konsep-konsep dalam Psikoanalisis
Lacan
Diri dan Bahasa
Diri dan
Identitas
Rasa Kehilangan
Diri dan Bahasa
·
Subjek manusia
tak dapat ada tanpa bahasa, namun subjek itu tidak dapat direduksi menjadi
bahasa semata. Bahasa adalah satu-satunya sarana untuk akses kepada orang lain.
·
Bahasa berfungsi
menempatkan diri dalam posisi tertentu, menjadi subjek tertentu. Fungsi bahasa
menyerupai fungsi tempat duduk di sebuah kereta api.
Diri dan
Identitas
Orang tidak akan pernah memperoleh citra dirinya
yang stabil karena orang mengetahui dirinya melalui respon orang lain dan dalam
mencoba memahami respon orang lain itu, orang mungkin akan melakukan
misinterpretasi dan karenanya juga salah mengenali dirinya sendiri
(misrekognisi). Orang, sebenarnya tidak akan pernah memperoleh kepastian
mengenai apa respon orang lain terhadapnya.
Orang tidak mempunyai seperangkat ciri yang kukuh.
Manusia terus-menerus terperangkap dalam pencarian mengenai dirinya.
nIntersubjektivitas tidak
sepenuhnya tercapai karena orang tidak akan pernah dapat masuk ke dalam
kesadaran orang lain sepenuhnya. Ketidakpenuhan itu karena ambiguitas
penanda-penanda. Manusia, menurut Lacan, membutuhkan suatu keseluruhan,
kepenuhan, kerinduan akan kesatuan, tetapi pencapaiannya merupakan
ketidakmungkinan yang logis.
Rasa Kehilangan
Teori Lacan mengenai subjek menyerupai cerita klasik, bermula dari
kelahiran, bergerak teritorialisasi tubuh, tahap cermin, akses pada bahasa,
Oedipus Kompleks.
Tiap tahap ditandai rasa kehilangan:
1. Kehilangan saat kelahiran,
lebih khusus tahap pembedaan jenis kelamin (bersifat seksual);
2. Kehilangan yang diderita
subjek sesudah kelahiran, sebelum perolehan bahasa “teritorial pre-oedipal
terhadap tubuh subjek”;
3. Sejak dini, sesudah kelahiran,
sang subjek kehilangan kontak tak termediasinya dengan libidinalnya sendiri dan
mengalah pada ekonomi genital kebudayaan;
4. Subjek mengalami
terombang-ambingan antara emosi- emosi yang bertentangan.
5. Permainan fort/da ditafsirkan
sebagai dramatisasi hilangnya diri, bukan ibu, sebagai alegori dari penguasaan
linguistik atas kehendak.
Perbedaan dan
Persamaan Freud dana Lacan
a. Lacan setuju bahwa ego terbentuk dari
identifikasi nya dengan figur-figur parental. Namun, bagi Lacan, identifikasi
itu, di samping menstabilkan individu, juga melemparkan dari dirinya.
b. Freud mengingkari dimensi-dimensi sosial
dengan mengutamakan dorongan hasrat individual dan pemenuhannya, sedangkan
Lacan sejak awal mengakui intersubjektivitas sebagai sesuatu yang niscaya dan
wajar dalam pembentukan ego.
c. Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai
sesuatu ancaman, Lacan menganggap ketidak sadaran sebagai sumber kebenaran,
otentisitas.
d. Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai
sesuatu yang substantif, Lacan menganggapnya bukan sesuatu yang primordial
ataupun instingtual, melainkan sesuatu yang tersirat dalam segala yang
dikatakan dan dikerjakan orang. Ketidaksadaran memang sesuatu yang tidak
mungkin diketahui sepenuhnya, tetapi bukan berarti bahwa usaha menemukan tidak
berharga.
e. Freud melihat ada dua proses dalam kehidupan
kejiwaan seseorang, yaitu proses primer yang bersangkutan dengan hasrat dan
pemenuhannya dan proses sekunder yang bersangkutan dengan nalar dan kesadaran.
Orang akan memenuhi hasratnya, tetapi apabila karena itu kehidupannya menjadi
terancam, ia menggunakan nalarnya atau kesadarannya. Lacan menganggap kedua
proses itu tidak berbeda. Proses kedua berlangsung serupa dengan proses
pertama. Keduanya menggunakan prinsip pemadatan dan pemlesetan. Pemadatan
adalah penjajaranpenanda-penanda, sesuatu yang metaforik, sedangkan pemlesetan
berfungsi sebagai pengalihan, penghindaran dari sensor, sesuatu yang metonimik.
f. Freud menyukai persoalan alam dan kebudayaan
dengan penekanan pada dominasi kebudayaan atas alam. Lacan menganggap alam
bukanlah yang nyata, melainkan sesuatu yang jauh di sana, yang tidak
mungkin dijangkau dalam keadaannya yang paling murni karena segala sesuatu
selalu termediasi melalui bahasa. Bagi Freud, tragedi manusia terjadi akibat
konflik antara alam dan kebudayaan, sedangkan bagi Lacan, tragedi terjadi
karena manusia berada dalam kondisi kekurangan yang abadi akan keseluruhan.
g. Lacan dan Freud berbeda dalam persoalan Oedipus
Kom pleks. Tafsiran Freud bersifat biologis dan fisikal mempertalikannya
dengan persoalan seksual, sedangkan Lacan menafsirkannya secara simbolik dan memper
talikannya dengan persoalan sosial, intersubjektivitas.
h. Jika Freud menganggap mungkin adanya wacana
rasional walaupun selalu terganggu oleh kekuatan-kekuatan tak sadar, Lacan
menganggap wacana membentuik ketaksadaran. Bahasa dan hasrat berhubungan. Bagi
Lacan, hasrat bersifat ontologis, suatu perjuangan akan keseluruhan, bukan
kekuatan seksual. Hasrat adalah metonimi dari hasrat untuk menjadi.
i. Jika Freud berbicara mengenai insting dan
dorong an (drives), Lacan berbicara mengenai hasrat. Istilah ini mengacu
kepada adanya rasa kekurangan dan keinginan untuk memenuhi kekuarangan itu.
Hasrat bersifat tidak statik, tetapi bergerak karena selalu terbuka kemungkinan
bagi hasrat untuk terus-menerus ditolak.
Implikasi
Metodologis
Teori
psikoanalisis Lacan menganggap alam bawah sadar manusia selalu dalam keadaan
“kurang”, merasa ada yang hilang sehingga tumbuh hasrat dan usaha yang
terus-menerus untuk menutupi kekurangan itu, menemukan apa yang hilang, membuat
manusia kembali lengkap, sempurna, utuh, menemukan identitasnya, menjadi
dirinya kembali.
Bahasa
merupakan sebuah tatanan kultural yang menanamkan subjektivitas bagi manusia,
membuat manusia menemukan identitas atau dirinya. Namun, apa yang dilakukan
bahasa pada subjek itu bersifat mendua,: di satu pihak memberikan rasa
subjektivitas, di pihak lain menjauhkan subjek dari asalinya. Bahasa memperkuat
rasa kurang dan rasa kehilangan.
Penanaman
identitas oleh bahasa tidak pernah penuh: a) bahasa bersifat formal-relasional
sehingga identitas diri selalu berada dalam hubungan dengan yang lain.Bahasa
tidak substansial atau referensial. Identitas yang terbentuk melalui bahasa
sekaligus berlangsung melalui dialektika antara identifikasi dan rekognisi yang
bisa disalahtafsirkan; b) bahasa merupakan serangkaian penanda dengan kedudukan
petanda yang tidak pernah stabil. Penanaman subjek dalam bahasa membuka
kemungkinan bagi munculnya bawah sadar yang berupa rasa kehilangan itu, bagi
gerakan keluar diri dan karenanya keluar bahasa.
Memahami
karya sastra dalam perspektif Lacanian, menjadi sebuah usaha untuk menemukan
kondisi bawah sadar yang dipenuhi oleh rasa kurang dan rasa kehilangan yang
sekaligus menyertai hasrat untuk kesatuan diri di atas. Penelaah karya sastra,
kondisi bawah sadar itu merupakan kondisi bawah sadar yang tidak mungkin ia
akses dengan sepenuhnya, pemahaman karya sastra diarahkan kepada apa yang
terjadi pada bahasa karya sastra itu, sejauh mana bahasa karya sastra itu
bergerak keluar dirinya, melalui fenomena metafora dan metonimi yang ada di
dalamnya.
Metafora,
dipahami Lacan sebagai prinsip kondensasi dalam pengertian bahwa di dalamnya
terjadi penjajaran penanda-penanda sehingga terjadi pergeseran makna, sedangkan
metonimi bekerja dengan prinsip “pemlesetan” atau pengalihan yang berfungsi,
antara lain, untuk mengalihkan perhatian sensor.
Teori
Dekonstruksi Derrida
Dekonstruksi memiliki makna „pembongkaran‟
Ø Konsep instabilitas bahasa
Ø Konsep fonosentrisme-Logosentrisme
Ø Memahami Metafora
Ø Metafora dan Dekonstruksi
A. KONSEP
INSTABILITAS BAHASA
Ø
Penanda tidak
langsung berhubungan dengan petanda, seperti cermin dengan citra.
Ø
Tidak ada
korespondensi langsung antara penanda dengan petanda.
Ø
Makna tidak langsung
hadir dalam sebuah tanda.
Ø
Bahasa merupakan
proses temporal.
Ø
Makna disebut
kurang stabil.
B. FONOSENTRISME-LOGOSENTRISME
Ø
Semua tanda
bersifat indikatif. Tanda-tanda tidak dapat mengacu pada sesuatu yang
sepenuhnya berbeda dari dirinya sendiri. Tidak ada petanda yang bebas dari
penanda. Tidak ada wilayah makna yang dapat diisolasi dari markah-markah yang
digunakan untuk menunjuknya.
Ø
Fonosentrisme
didasarkan pada cara berpikir logosentrik, kepercayaan bahwa hal yang pertama
dan terakhir adalah Sang Logos, Sang Sabda, Sang Pikiran Suci, Keberadaan
Diri dari Kesadaran yang penuh. Yang ada mulanya dan akhirnya adalah Tuhan. Pada
mulanya adalah bunyi, baru kemudian tulisan. Tulisan hanya alat bagi bunyi
untuk memperlihatkan adanya.
Ø
Menurut pemahaman
fonosentrisme-logosenstrisme, tindakan berbicara, keberadaan seseorang bersama
dirinya menempuh cara yang sangat berbeda dengan keberadaan orang itu dalam
tulisan. Kata-kata yang diucapkan tampak hadir secara langsung, tanpa mediasi,
pada kesadaran orang itu, dan suaranya menjadi medianya yang spontan dan akrab.
Sebaliknya, dalam tulisan makna orang itu terancam untuk melepaskan diri darinya,
dari kontrolnya.
Ø
Manusia
dibayangkan mempunyai kemampuan untuk secara spontan mengekspresikan dan
menciptakan maknanya sendiri, menguasai sepenuhnya dirinya, dan mendominasi
bahasa sebagai medium dari keberadaan batiniahnya.
Filsafat
Barat:
Ø
Fonosentrisme:
berpusat pada suara, curiga terhadap tulisan.
Ø
Logosentrisme:
mengikatkan diri pada keopercayaan pada kata-kata yang utama, seperti
keberadaan, esensi, kebenaran, atau realitas yang akan menjadi fondasi dari
seluruh pikiran, bahasa, dan pengalaman nya.
Ø
Metafisika
merupakan cara berpikir yang tergantung pada sebuah fondasi yang tidak dapat
dibantah, sebuah prinsip utama atau dasar yang diatasnya seluruh hierarki makna
dapat dikonstruksi.
Ø
Dekonstruksi
adalah nama bagi suatu operasi kritik yang dengannnya oposisi-oposisi yang
demikian dapat secara partial dirusakkan.
Ø
Semua oposisi
konseptual dari metafisika mempunyai acuan utama yang berupa keberadaan dari
yang ada (presence of present).
Ø
Oposisi
berpasangan itu meliputi: oposisi penanda dan petanda, yang terindera dan yang
terpahami, tutural lisan dan tulisan, tutur dan bahasa, diakroni dan sinkroni,
ruang dan waktu, pasivitas dan aktivitas, dan sebagainya.
Ø
Oposisi
berpasangan merepresentasikan sebuah cara melihat yang bersifat ideologis. Ideologi-ideologi
seringkali menggambarkan batas-batas yang kaku.
Ø
Derrida
menyarankan agar kritikus berusaha merontokkan oposisi-oposisi yang dengannya
orang sudah terbiasa untuk berpikir dan yang menjamin bertahan hidupnya
metafisika dalam pikiran orang: materi/roh, subjek/objek, selubung/kebenaran,
tubuh/jiwa, teks/makna, interior/eksterior, represen tasi/presentasi,
penampakan/esensi, dsb.
Ø
Dengan metode
dekonstruksi, kritikus dapat mulai mengurai atau mempreteli oposisi-oposisi
itu, menunjukkan bagaimana satu term sebenarnya teriplikasikan, inheren
di dalam term lain.
Ø
Menurut Derrida,
fonosentrisme-logosentrisme berhubungan dengan sentrisme atau keberpusatan itu
sendiri, yaitu keinginan manusia untuk menempatkan keberadaan sentral pada awal
dan akhir.
C. MEMAHAMI METAFORA
Ø
Studi metafora
menjadi penting saat disadari bahwa bahasa tidak hanya mencerminkan realitas,
melainkan ikut membentuk realitas.
Ø
Bahasa bekerja
dengan mentransfer satu realitas ke realitas lain sehingga benar-benar
metaforik.
Ø
Makna berubah dan
metafora merupakan salah satu cara yang memingkinkan perubahan dan
pengembangbiakan makna.
1) Tidak ada batasan bagi jumlah
metafora yang dapat dan yang sudah dihasilkan bagi sebuah gagasan tertentu;
2) Metafora merupakan sejenis
ikatan-ganda retorik dengan mengatakan sesuatu dengan maksud yang lain.
3) Metafora mengevokasi
relasi-relasi dan membuat relasi- relasi itu menjadi urusan pendengar dan
pembaca.
Ø
Metafora memiliki
efek politis karena ia dapat menentukan cara manusia berpikir mengenai dan
bertindak terhadap kehidupan.
1)
Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan
dengan terminologi perang fisik: ada kawan ada lawan, ada menang ada kalah,
dsb.
2)
Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan
dengan terminologi perdagangan.
3)
Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan
dengan terminologi pembebasan.
4)
Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan
dengan terminologi pembangunan fisik atau ekonomi.
D. METAFORA DAN
DEKONSTRUKSI
Terima kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar