Senin, 27 Oktober 2014

Syi’ah Mengkafirkan yang Tidak Mengikuti Imam Mereka

Syi’ah Mengkafirkan yang Tidak Mengikuti Imam Mereka


Imamah menurut ulama Syi’ah adalah kepemimpinan spiritual atau rohani, pendidikan, agama dan politik bagi umat Islam telah ditentukan Allah secara turun-temurun (theo monarchi) sampai imam ke-12. Menurut Syi’ah, siapa saja yang tidak mengimani imamah mereka, maka ia kafir. Maka jangan heran jika Syi’ah tidak pernah akur dengan golongan Sunni.

Perkataan Syi’ah di Kitab Mereka
Syi’ah berkata, “Siapa saja yang tidak mengimani imamah, imannya tidaklah sempurna sampai ia beriman kepada imamah dan beri’tiqod padanya.” Lihat dalam kitab Syi’ah: ‘Aqoidul Imamah karya Muhammad Ridho, hal. 78.
Syi’ah berkata, “Imamah adalah kelanjutan dari kenabian. Wajib rasul dan nabi itu diutus. Setelah rasul, wajib mengimani imamah.” Lihat dalam kitab Syi’ah: ‘Aqoidul Imamah karya Muhammad Ridho, hal. 88.
Syi’ah berkata, “Yang dimaksud imamah adalah penunjukkan ilahiyah yang telah Allah pilih dengan ilmu Allah yang telah lebih dulu ada. Penunjukkan imamah ini sebagaimana pengangkatan nabi. Nabi memerintah untuk mengangkat imamah setelah beliau wafat dan beliau memerintahkan untuk mengikutinya.” Lihat dalam kitab Syi’ah: Ashlusy Syi’ah wa Ushuluhaa karya Muhammad Husain, hal. 102.
Syi’ah berkata, “Siapa saja yang menantang imamah amirul mukminin ‘Ali bin Abi Tholib dan imam setelah itu, maka itu sama halnya dengan menentang kenabian. Siapa saja yang menetapkan amirul mukminin dan ia mengingkari satu imam saja, maka itu sama halnya dengan mengimani seluruh Nabi dan mengingkari kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dilanjutkan pula, “Siapa saja yang menentang imamah yaitu salah satu dari imam 12, maka itu sama saja menentang salah satu nabi dari seluruh nabi yang diutus.” Lihat Minhajun Najah karya Al Faidh Al Kasyani, hal. 48.
Syi’ah berkata tegas tentang kafirnya orang yang tidak mengimani imamah mereka. Mereka berkata, “Para imam bersepakat bahwa siapa saja yang mengingkari imamah salah satu imam lalu ia menentang yang Allah wajibkan untuk taat pada imamah, maka ia kafir dan sesat serta pantas kekal dalam neraka.” Lihat kitab Haqqul Yaqin fi Ma’rifati Ushulud Diin karya ‘Abdullah Syibr, 2: 189.
Sama halnya juga mereka berkata, “Lafazh syirik dan kufur disematkan pada orang yang tidak meyakini kepemimpinan amirul mukminin dan imamah dari orang tuanya, lalu mengutakan imam yang lain. Mereka-mereka ini kekal dalam neraka.” Lihat kitab Biharul Anwar, karya Al Majlisi, 23: 390.
Dalil Doktrin Imamah dalam Syi’ah
Di antara dalil yang dijadikan doktrin imamah Syi’ah adalah hadits Jabir bin Samurah, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَكُونُ اثْنَا عَشَرَ أَمِيرًا فَقَالَ كَلِمَةً لَمْ أَسْمَعْهَا فَقَالَ أَبِي إِنَّهُ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
Akan ada 12 amir atau pemimpin.” Lalu beliau mengatakan sesuatu yang tidak aku dengar. Kata ayahku beliau bersabda, “Semuanya dari Quraisy.” (HR. Bukhari no. 7222)
Dalam Shahih Muslim redaksinya sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ دَخَلْتُ مَعَ أَبِى عَلَى النَّبِىِّ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ إِنَّ هَذَا الأَمْرَ لاَ يَنْقَضِى حَتَّى يَمْضِىَ فِيهِمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً. قَالَ ثُمَّ تَكَلَّمَ بِكَلاَمٍ خَفِىَ عَلَىَّ فَقُلْتُ لأَبِى مَا قَالَ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
Jabir ibn Samurah berkata: Aku bersama ayahku masuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar beliau bersabda, “Sungguh urusan ini tidak akan berakhir sampai berlalu di tengah-tengah umat 12 khalifah.” Kemudian beliau mengatakan sesuatu yang tidak terdengar olehku. Aku bertanya kepada ayahku, “Apa yang beliau katakan?” Kata beliau, “Semuanya dari Quraisy.” (HR. Muslim no. 1821)
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan,
لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى يَكُونَ عَلَيْكُمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً كُلُّهُمْ تَجْتَمِعُ عَلَيْهِ الأُمَّةُ
Agama ini akan senantiasa tegak sampai ada 12 khalifah yang kesemuanya disepakati oleh umat -semuanya dari Quraisy-.” (HR. Abu Daud no. 4279)
Ke-12 imam yang dimaksud Syi’ah adalah
1- Ali ibn Abi Thalib,
2- Husain,
3- ‘Ali Zainal ‘Abidin,
4- Muhammad Al-Baqir,
5- Ja’far As-Shadiq,
6- Musa Al-Kazhim,
7- ‘Ali Ar-Ridla,
8- Muhammad Al-Jawwad,
9- ‘Ali Al-Hadi,
10- Hasan Al-‘Askari,
11- Muhammad al-Muntazhar yang wafat di usia 8 tahun.
Sesudah itu, imamah dilanjutkan oleh para wakilnya, yakni para wali/mullah/faqih (wilayatul-faqih) yang mengikuti madzhab Ahlul-Bait versi Syi’ah sampai datangnya imam ke-12 yakni imam mahdi (Lihat Islam Alternatif, Bandung: Mizan, 1998).
Sanggahan Klaim Imamah
Yang diklaim oleh Syi’ah sebagai imamah ternyata tidak disepakati oleh para ulama. Dan menurut Syi’ah, agama Islam itu belum tegak pada zaman Abu Bakr dan ‘Utsman. Apa yang mereka klaim sungguh berbeda dengan realita. Ditambah lagi sudah ditegaskan bahwa sebaik-baik generasi adalah generasi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu generasi sesudahnya.
Al Qodhi ‘Iyadh berkata, “Boleh jadi yang dimaksud 12 khalifah adalah saat Islam mengalami kejayaan dan khilafah ini disepakati. Karena dalam riwayat lain dikuatkan dengan lafazh,  “Mereka semua disepakati oleh umat.” (Lihat Fathul Bari, 13: 212 )
Imam Nawawi membawakan perkataan Al Qodhi ‘Iyadh. Dalam memahami hadits di atas, ada dua pertanyaan yang muncul. Pertama, dalam hadits lain terdapat lafazh, “Khilafah setelahku selama 30 tahun, lalu tibalah setelah itu raja.” Hadits ini bertentangan dengan hadits 12 khalifah. Dalam kurun 30 tahun tersebut hanyalah terdapat empat khulafaur rosyidin yang empat dan yang paling masyhur dibai’at setelah itu adalah Al Hasan bin ‘Ali. Bisa dijawab dengan dikatakan bahwa khilafah 30 tahun adalah khilafah setelah kenabian. Karena dalam sebagian riwayat disebutkan, “Khilafah kenabian setelahku adalah 30 tahun dan setelah itu dipimpin oleh raja.” Di sini tidak disyaratkan mesti melewati 12 khalifah.
Pertanyaan kedua, boleh jadi kepemimpinan setelah itu lebih dari 12. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengatakan, setelah itu hanya ada 12 imam. Namun beliau berkata bahwa setelah beliau ada 12 imam, boleh jadi lebih dari jumlah tersebut. Boleh jadi pula yang dimaksud adalah 12 imam yang adil. Dua belas imam bisa jadi sudah terlewat. Dan jumlah 12 imam ini akan sempurna sebelum hari kiamat datang. Lihat Syarh Shahih Muslim, 12: 176.
Penjelasan yang dinukil di atas menunjukkan bahwa para ulama tidaklah menentukan siapakah 12 imam tersebut. Berbeda halnya dengan Syi’ah. Dua belas imam yang mereka klaim pun belum disepakati oleh ulama lainnya. Jadi, itu hanya klaim dari Syi’ah saja.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebutkan 12 imam tersebut, beliau tidak merincinya, sehingga kita pun tidak perlu memberikan rincian. Yang paling pokok, tidak jadi akidah kemestian mengikuti imam Syi’ah. Mereka pun tidak boleh seenaknya mengkafirkan.
Hanya Allah yang memberi taufik pada kebenaran.
Beberapa artikel Syi’ah di Rumaysho.Com:
4- Tuduhan Keji Syi’ah Terhadap Al Qur’an Kaum Muslimin
5- Apakah Syi’ah itu Kafir?
6- Kafirnya Orang yang Mencela Sahabat Nabi

Referensi:
Man Hum Asy Syi’ah Al Itsna ‘Asyariyah, ‘Abdullah bin Muhammad As Salafi, terbitan dd-sunnah.net, cetakan pertama, tahun 1428 H.
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Akhukum fillah,
Muhammad Abduh Tuasikal (Rumaysho.Com)
Diselesaikan di Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 2 Muharram 1435 H


Mengucapkan Tasbih

Ada hal yang barangkali terlupakan ketika melihat kemungkaran baik kemungkaran tersebut berupa ungkapan maupun perbuatan yaitu mengucapkan tasbih. Sebuah kemungkaran, baik perkataan maupun perbuatan, dimaknai sebagai hal-hal yang bertentangan dengan syariat atau hal-hal lain yang mengganggu orang-orang beriman.

Ada banyak dalil yang diungkapkan para ulama tentang ucapan tasbih ketika terjadinya kemungkaran. Salah satunya adalah dalam surat An-Nur: 16 yang mengisahkan kisah al-Ifku yaitu berita dusta tentang perzinahan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa.

Allah berfirman:

وَلَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ
“Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-
kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar."[1]

Al-Baghawiy dalam tafsirnya menyebutkan:

“Bahwa lafadz ‘subhaanaka’ (سبحانك) dalam ayat bermakna ‘ta’ajjub’/heran.”[2]

Imam al-hafizh Ibnu Katsir menuturkan:

“Yaitu Maha Suci Allah ketika ungkapan (dusta) ditujukan kepada Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sekaligus istri dari kekasih Allah.”[3]

Apa yang diungkapkan oleh Ahlu al-Ifki, sebutan bagi mereka yang menyebarkan berita bohong terhadap ‘Aisyah, merupakan kemungkaran yang besar oleh karena itu disyariatkan mengucapkan tasbih ketika mendengarnya. Ini sebagai penyucian kepada Allah karena kedustaan yang menimpa keluarga nabi.[4]

Lisan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang Bertasbih

Jauh sebelum ayat itu turun, ketika mendengar gosip dan kedustaan yang dipublikasikan oleh ahlul ifqi saat itu, Aisyah pun bertasbih sambil menuturkan:

سبجان الله وقد تحدث الناس بهذا؟

“Subhaanallah, orang-orang telah membicarakan ini?”[5]

Sebagian Sahabat juga Bertasbih

Ketika mendengar kedustaan ini, para sahabat juga bertasbih kepada Allah. Mereka bertutur:
سبحانك ما يكون لنا أن نتكلم بهذا, سبحانك هذا بستان عظيم

“Subhaanallah, tidak pantas bagi kami membicarakan ini. Ini adalah kedustaan yang besar.”[6]

Ungkapan para sahabat ini menegaskan bahwa ungkapan “subhaanallah” adalah sebagai pelajaran bagi kaum muslimin untuk memuliakan, memuji dan mengagungkan Allah ketika mendengar ungkapan mungkar lagi dusta tentang kaum muslimin lainnya.

Para ulama, dari hadits ‘Aisyah tentang kisah al-Ifk, menyebutkan salah satu faidah bahwa disyari’atkan mengucapkan tasbih ketika ta’ajjub/heran terhadap terjadinya kemungkaran atau mendengar hal-hal yang dusta.[7]

Sebenarnya banyak lagi dalil-dalil beserta penjelasan para ulama yang mensyari’atkan ungkapan tasbih ketika adanya kemungkaran namun kami cukupkan sampai disini.

______
Referensi utama:

Kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah karangan Dr. Muhammad Ibn Ishaq, Jilid 2, Maktabah Dar al-Manhaj (Riyadh) beserta al-Maktabah asy-Syamilah.

____
End Notes:

[1] QS an-Nur: 16
[2] Lihat Tafsir al-Baghawiy hal 26 jilid 6, al-Maktabah asy-Syamilah
[3] Lihat Tafsir Ibn Katsir hal 29 jilid 6, al-Maktabah asy-Syamilah
[4] Lihat kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah, hal 24 Jilid 2.
[5] Potongan hadits panjang tentang kisah tuduhan dusta terhadap ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha diriwayatkan Bukhari dan Muslim.
[6] Fath al-Baari hal 470 jilid 4. Dikutip dari kitab at-Tasbih fiy al-Kitab was Sunnah, hal 25 Jilid 2.

_____
Penyusun: Fachriy Aboe Syazwiena

Ingin Menguasai Bahasa Inggris …

Ingin Menguasai Bahasa Inggris …

Ada perkataan yang sangat menarik sekali bagi para penuntut ilmu dari seorang ‘alim Robbani, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –semoga Allah senantiasa merahmati beliau-.[1] Perkataan ini akan menepis anggapan sebagian orang yang terlalu antipati jika ada yang ingin menguasai bahasa Inggris karena disangka ini adalah bahasa orang kafir. Padahal Syaikh Ibnu ‘Utsaimin sendiri punya angan-angan agar bisa menguasai bahasa Inggris. Karena bahasa Inggris bukan hanya menjadi bahasa non muslim saat ini, bahkan bahasa ini sudah tersebar di berbagai negeri termasuk negeri kaum muslimin. Dan satu sisi begitu manfaat, terutama bagi dakwah pada mereka yang non muslim.

Coba perhatikan perkataan beliau berikut ini.

وإن كنا نرى كما هو واقع أن اللغة العربية أفضل اللغات وأشرفها؛ لأنها لغة القرآن الكريم ولغة سيد المرسلين عليه الصلاة والسلام، لكن هذه لغة عالمية مشهورة يتكلم بها المسلم والكافر، ثم هي مقررة عليك حتى وإن كانت لغة الكفار، فإنك ربما تحتاجها في يوم من الأيام، أنا أتمنى أني أعرف هذه اللغة؛ لأني وجدت فيها مصلحة كبيرة، يأتي رجل ليسلم بين يديك فلا تستطيع أن تتفاهم معه

“Kami berpandangan–sebagaimana realitas yang ada–bahwa bahasa Arab tetap adalah bahasa yang paling mulia. Karena bahasa Arab adalah bahasa Al Qur’an Al Karim dan juga menjadi bahasa para Rasul ‘alaihish sholaatu was salaam. Akan tetapi bahasa Inggris adalah bahasa dunia yang begitu masyhur. Bahasa ini digunakan oleh muslim dan kafir (sehingga sekarang tidak bisa lagi disebut bahasa khas orang kafir, pen). Di samping itu, bahasa Inggris itu menjadi bahasa yang wajib Anda pelajari (diberbagai jenjang pendidikan, pen). Andai bahasa Inggris adalah bahasa khas orang kafir, boleh jadi pada suatu waktu Anda membutuhkannya.

Aku sendiri berangan-angan, andai saja aku bisa menguasai bahasa Inggris. Sungguh, aku melihat terdapat manfaat yang amat besar bagi dakwah jika saja bahasa Inggris bisa kukuasai. Karena jika kita tidak menguasai bahasa tersebut, bagaimana kita bisa berdakwah jika ada yang masuk Islam di hadapan kita.”[2]

Pelajaran yang patut direnungkan. Jadi sebenarnya mempelajari bahasa Inggris dilihat dari pemanfaatannya. Jika menguasai bahasa Inggris supaya bisa sekedar melancong ke negeri-negeri kafir, tentu saja niatan yang keliru. Namun jika tujuannya adalah untuk dakwah, ini sungguh sangat mulia.

Ya Allah, mudahkanlah kami dalam dakwah untuk memperjuangkan agama-Mu dan meninggikan kalimat-Mu yang mulia “laa ilaha illallah” dengan ikhlas selalu mengharapkan wajah-Mu.

BIDIK HATI

Bidik hati anak manusia
Terlalu jauh jaraknya
Hingga melesat tak terarah
Hilang entah kemana.

PENGEMIS JALANAN



Di seberang jalan panjang,
Kulihat hiruk pikuk kendaraan,
Suara keras bersahut-sahutan,
Kutatap wajah penuh kelelahan,
Datang menghampiri mereka yang datang,
Penuh kelesuan menadahkan tangan,
Mengharap belas kasihan,
Dari orang yang berhati dermawan.

                             by Candra Dinata

KISAH PERJALANAN HIDUP SI CANDRA


KISAH PERJALANAN HIDUP SI CANDRA

Candra seorang anak kecil kurus yang dibesarkan di sebuah perkampungan yang mayoritas petani. Dia sejak kecil memang sudah tak mempunyai seorang ayah. Ayahnya telah lama meninggal dunia sejak dia masih bayi. Dia dibesarkan oleh seorang ibu bersama nenek dan budenya, yang semuanya janda dan tinggal dalam satu rumah. Candra memiliki dua saudara, laki-laki dan perempuan. Dengan berbekal sawah peninggalan sang ayah, Candra bersama kakak tertuanya, sepulang dari sekolah hampir setiap hari diajak ke sawah untuk dilatih bertani dan mencari rumput untuk lembu yang juga peninggalan almarhum ayahnya. Sekolah pada saat itu memang tidak menentu. Kadang masuk pagi, kadang masuk siang. Pakaian yang dikenakan murid-murid pun pakaian alakadarnya. Ada yang memakai kaos, ada pula yang memakai baju. Semua murid pada zaman itu tidak ada yang bersepatu. Namun yang mengherankan adalah Candra dan teman-temannya selalu ceria, mereka serius ketika belajar dan gelak tawa bersama teman-temannya saat bermain pada jam istirahat. Rata-rata pada jam istirahat mereka pulang sarapan atau mengambil jajan. Asik sekali rasanya melihat situasi pada saat itu.

Sepulang dari sekolah Candra bersama teman-temannya secara bergiliran menunggu teman makan siang di rumahnya masing-masing. Setelah selesai, mereka bergegas mencari rumput untuk hewan ternaknya. Candra kecil memang kelihatannya berbeda dengan teman-temannya. Dia selalu membawa buku saku kemanapun dia pergi, termasuk ketika merumput. Dia selalu memanfaatkan waktu untuk membuka buku saku yang dia bawa ketika ada kesempatan. Buku saku yang ia bawa kadang kala P4, UUD 1945, GBHN, dan yang paling sering adalah kamus kecil Bahasa Inggris. Kebiasaan seperti itu terutama mulai dia lakukan saat dia mulai masuk SMP dan berlanjut sampai dia duduk di bangku SMA. Dia selalu berfikir “Aku anak janda. Aku gak punya ayah. Ibu yang selalu mencarikan aku biaya sekolah. Kalau aku gak rajin, jadi apa aku nantinya”. Motivasi itu yang selalu dia ingat sehingga dia selalu rajin belajar dan membantu bekerja. Sampai-sampai di setiap sore hari ketika menjelang maghrib, dia selalu cepat berangkat ke masjid. Tetapi ada hal yang sangat menarik yaitu dia selalu menulis catatan penting untuk dihafal di bagian tepi sarung berwarna putih yang ia pakai. Sambil menunggu waktu masuk maghrib, ia duduk di serambi bersama teman-temannya yang lain. Di saat itulah dia memutar bagian tepi sarung. Dia membaca dan menghafalkan catatan-catatan itu, sementara teman-temannya tidak ada yang tahu. Hal seperti itu dia lakukan hampir setiap sore hari menjelang masuk waktu shalat maghrib.

Candra memang kelihatan paling rajin di antara teman-teman sekolahnya, baik ketika di SMP maupun di SMA. Maklum, dia memang sudah dilatih mandiri dan rajin sejak kecil oleh budenya yang selalu mengawasi dan merawatnya, sedangkan ibu kandungnya sibuk mencari nafkah untuk anak-anaknya dengan berjualan tikar pandan yang telah dia beli dari orang-orang sekitar untuk dijual ke pasar Blimbing Kecamatan Brondong. Sesekali Candra diajak ibunya ke pasar ketika dia masih duduk di bangku MI saat liburan. Transportasi saat itu memang sulit didapat. Kalaupun ada mobil oplet (mobil angkutan model kuno)berangkat dari seberang utara bengawan Solo menuju ke pasar Blimbing yang jauhnya sekitar 15 sampai 17 km. Sebelum itu, dia bersama ibunya berjalan kaki dari rumah ke tempat pemberangkatan oplet  sambil menyebrang naik perahu penyeberangan.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, Candra beranjak menjadi anak dewasa. Begitu pengumuman kelulusan ujian MI disampaikan oleh Kepala Madrasah yang sekaligus guru tunggal di madrasah tersebut, Candra sangat gembira dan bahagia karena semua temannya  lulus, termasuk dia. Dengan penuh optimis Canda dan beberapa temanya berencana mendaftar ke SMP terdekat yaitu SMP PGRI Sungegeneng, desa tetangga. Di sekolah inilah, Candra semakin bersemangat belajar dan menunjukkan kemampuan yang ada pada dirinya. Dia terus dan terus belajar. Dia juga memiliki keterampilan tulis menulis bagus. Pada suatu kesempatan ada lomba desa tingkat kabupaten dimana dilakukan pembenahan di segala bidang, diantaranya pembuatan data-data statistik desa berupa tripleks milamin. Mengetahui tulisan Candra bagus, salah seorang guru memilihnya untuk menulis data itu. Akhirnya, di setiap kesempatan Candra selalu mendapat tugas menulis letter untuk sepanduk, papan nama sekolah, background pentas, dan lain-lain.

Setiap berangkat sekolah, Candra selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan penuh percaya diri. Tidak ketinggalan sepeda gayung (onthel) yang dia pakai pun tidak luput dari perhatiannya untuk selalu dia bersihkan dengan minyak goreng supaya terlihat mengkilat. Sepatu yang dia kenakan juga dia semir dengan memakai minyak koreng. Maklum saat itu dia belum kenal semir sepatu. Candra saat itu menjadi perhatian teman-teman sekolahnya karena penampilannya yang selalu rajin. Pada saat itu, memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke SMP adalah suatu hal yang luar biasa karena belum banyak anak seusianya dapat mengenyam pendidikan setingkat itu. Dengan berbekal motivasi yang selalu teringang di pikirannya “Anak seorang janda”, Candra semakin bersemangat untuk tidak mau kalah dengan teman-temannya. Kemampuan dan kepintaran hasil belajarnya yang keras dia rasakan ketika dia mulai masuk ke SMA Muhammadiah 3 Parengan Kecamatan Maduran. Sama sekali tidak terpikir olehnya saat dia melihat pengumuman hasil tes seleksi masuk SMA tersebut bahwa dia mendapatkan jauara I (peringkat pertama). Dengan demikian dia mendapat bea siswa gratis SPP selama satu semester karena peringkat pertama tersebut. Waktu terus berlalu dan Candra selalu mendapat peringkat pertama di setiap semester sampai lulus dari sekolah tersebut. Jadi, Candra adalah satu-satunya siswa yang selama di SMA tidak penah membayar SPP karena selalu mendapat Juara I.

Kebiasaan untuk berpenampilan rajin, baik cara berpakaian, bersepeda, belajar, dan lain-lain terus berlanjut sampai saat dia sekolah di SMA. Dia menjadi idola setiap siswa, laki-laki maupun perempuan, kala itu. Hampir setiap hari saat di kelas, dia selalu dikerumuni teman-temannya. Bahkan ada teman laki-laki saking kepinginnya dapat menyaingi Candra, dia rela datang untuk belajar bersama malam hari di rumah Candra, meskipun rumahnya sangat jauh dari rumah Candra. Maklum, dia anak orang kaya sehingga sehari-harinya dia selalu memakai sepeda motor, atau kadang mobil.

Rupanya nasib baik tidak selalu menyetai Candra. Meskipun dia selalu juara I di SMA, ketika mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, dia tidak lolos. Akhirnya dia mohon kepada orang tua dan saudara tuanya agar mengijinkan dia untuk dapat melanjutkan kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya, yaitu Universitas Muhammadiyah Surabaya. Awalnya semua keluarga tidak merestui karena tidak ada biaya yang dapat digunakan. Mereka berfikir apakah keluarga mampu membiayai kuliah sedangkan yang dimiliki satu-satunya hanyalah seekor lembu yang dahulunya merupakan peninggalan almarhum ayahnya. Dengan berbagai penjelasan dan bantuan dukungan dari paman yang tinggal di rumah sebelah, dengan rasa syukur akhirnya keluarga memberi restu. Dengan ucapan bismillah, keluarga sepakat menjual seekor lembu yang tinggal satu-satunya untuk biaya masuk kuliah. Saat pertama kali dia berangkat mendaftar, dia ditemani oleh saudara iparnya ke Surabaya sambil dibekali dengan sepeda gayung (onthel) untuk kendaraan selama kuliah.

Jurusan yang Candra pilih pada awal dia mendaftar adalah PMP. Namun setelah dia mengikuti perkuliahan dalam dua pekan, dia merasa bimbang dengan jurusan yang telah dia pilih. Dia merasa tidak cocok dengan jurusan itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke jurusan Bahasa Inggris. Di semester pertama rupanya dia selalu mendapatkan cobaan. Sepeda gayung merk “Phoenix” yang dia bawa dari rumah tiba-tiba hilang tidak tahu kemana. Dia laporkan kehilangan itu ke petugas parkir, kemudian dia diberi saran untuk melaporkan kehilangan tersebut kepada pihak kampus. Alhamdulillah, akhirnya pihak kampus bersedia memberi ganti meskipun tidak sepadan dengan barang yang hilang tetapi masih dapat dipergunakan untuk membeli sepeda gayung bekas. Dari pada setengah-setengah, tidak begitu baik juga tidak terlalu jelek, sepeda akhirnya dia cat seluruhnya dengan warna kuning, termasuk peleknya, kecuali ban. Pada suatu hari ketika Candra naik sepeda yang dia cat kuning tersebut menuju ke kampus, di perjalanan dia berpapasan dengan siswi-siswi yang baru saja pulang dari SMA, dengan suara cekikikan terdengar celodehan “Ada burung podang lewat.” Tanpa mempedulikan celotehan gadis-gadis itu, dia terus saja lewat menuju kampus. Kondisi seperti itu dijalani oleh Candra sampai dia selesai kuliah sementara teman-teman mahasiwa yang lain hampir semua bersepeda motor. Jarak tempuh antara kampus dan tempat kos Candra sekitar 9 sampai 10 km.

Candra memang tergolong mahasiswa yang lumayan pandai diantara teman-temannya. Meskipun dia mahasiswa pindahan jurusan yang tidak memiliki bekal Bahasa Inggris cukup, dengan semangat yang luar biasa, akhirnya Candra secara berangsur-angsur dapat bersaing dengan yang lain. Dia memiliki karakter dan watak pantang menyerah. Karakter tersebut dia miliki sejak kecil. Dia belajar dan terus belajar supaya memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang baik. Catatan-catatan kuliahnya dia tulis dengan rajin, sehingga banyak temannya yang selalu mengkopi buku catatannya. Bahkan sering kali ditemukan cacatan kuliahnya dikopi juga oleh mahasiswa kakak kelasnya. Candra merasa bangga dengan keadaan seperti itu karena cacatan-catatannya dimanfaatkan oleh orang lain.

Candra menyadari bahwa biaya perkulihan itu mahal, sehingga dia berinisiatif untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok sambil kuliah, membantu meringankan beban orang tua. Alhamdulillah, ada teman yang membantu mencarikan pekerjaan yaitu jualan koran keliling. Kegiatan jualan koran dia lakukan mulai jam 10.00 sampai jam 14.30. Sedangkan waktu kuliah mulai jam 16.00 sampai jam 21.00. Resiko kecelakaan lalulintas seringkali terjadi ketika berjualan koran maupun pulang pergi kuliah. Candra memang tergolong anak pemberani. Pada suatu hari saat Candra mengantarkan koran dengan melajukan sepeda gayungnya sambil berpegangan bagian bak belakang truk yang juga sama-sama melaju dengan harapan supaya cepat sampai, dengan tanpa dia sadari ada kubangan yang mengangah di hadapanya. Sepontan dia terpental jatuh bersama koran yang berserakan. Baju yang dia kenakan compang-camping robek karena gesekan bebatuan. Untung saja tidak ada luka yang parah.

Pada waktu luang, Candra selalu memanfaatkan waktu supaya menghasilkan sesuatu. Dengan sedikit bekal keterampilan menukang, dia manfaatkan waktu senggang dengan membuat perkakas, seperti buffet, almari, dan lain-lain, sehingga kadang kala dia diminta orang untuk membuatkan.

Pada semester-semester akhir perkulihan, Candra memang lebih konsentrasi belajar karena dia ingin sekali menyelesaikan perkuliahannya dengan cepat. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya bisa. Dia ikuti setiap materi perkuliahan dengan penuh perhatian. Bahkan teman-temannya seringkali mengajak belajar bersama. Secara kebetulan Candra mempunyai seorang teman sekelas, anak seorang dosen. Kebetulan ayahnya adalah dosen pembimbing skripsi Candra. Dosen tersebut memang sangat perhatian kepada Candra karena secara kebetulan judul skripsi yang Candra ajukan sangat cocok dengan dosen tersebut, judulnya adalah “The Term ‘Dancuk’ for Surabaya People, A Sociolinguistics Review” (Ucapan “Dancuk” pada Masyarakat Surabaya, Sebuah Ulasan Sosiolinguistik). Dalam kurun waktu yang tidak lama, akhirnya skripsi dapat diselesaikan tepat waktu. Ternyata skripsi yang telah dia tulis dan selesaikan mengundang banyak perhatian, termasuk perhatian wartawan Surabaya Post. Tiga hari setelah wisuda, Surabaya Post memuat ulasan di halaman depannya bertajuk “ Sapaan Keakrapan Orang Suabaya” dengan memampangkan foto Si Candra. Candra memang termasuk mahasiswa yang cepat menyelesaikan studinya. Di antara sekian banyak teman seangkatannya, dia adalah salah satu dari empat mahasiswa yang dapat mengikuti wisuda bersama mahasiswa kakak kelasnya. Sebuah kebanggaan untuk orang tua dan keluarganya. Ternyata usaha dan pengorbanan orang tua dan keluarga tidak sia-sia.

Demikian cerita perjalanan seorang anak desa yang dengan semangatnya yang luar biasa akhirnya berhasil menyelesaikan apa yang menjadi cita-citanya dan cita-cita orang tua dan keluarganya. Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi pembaca dan generasi sesudahnya.

Ditulis oleh Sarjono (dengan nama samaran Candra Dinata alias John Maneba)