Sabtu, 08 November 2014

TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI SASTRA





TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI SASTRA
Setya Yuwana
FBS UNESA


PARADIGMA
TEORI
PROPOSISI
KONSEP



Dirangkum oleh
Sarjono



Paradigma:
(cara pandang keilmuan)

Unsur-unsur dalam paradigma:
Ø  Asumsi-asumsi dasar
Ø  Model
Ø  Konsep
Ø  Metode penelitian
Ø  Metode analisis
Ø  Hasil analisis atau simpulan, yang bisa dikatakan sebagai “teori” yang dihasilkan

Asumsi dasar:
(unsur yang sangat penting dan menjadi dasar bagi unsur-unsur yang lain)

*      Model: analogi atau perumpamaan. Model selalu ada dalam setiap paradigma, walaupun kehadirannya tidak selalu disadari oleh ilmuwan yang menggunakan paradigma tersebut.
*      Idealnya, seorang ilmuwan menyadari betul model yang digunakan agar tidak menjadi ilmuwan “dogmatis” yang memandang dirinya paling benar.

Contoh:
“Paradigma fungsionalime Durkheim menggunakan organisme sebagai modelnya”

Pandangan paradigma fungsionalisme Durkheim:
Ø  Masyarakat itu sebagai organisme
Ø  Kebudayaan itu seperti organisme

Gejala/fenomena yang dipelajari akan dipandang atau diumpamakan seperti makhluk hidup yang terbangun dari berbagai macam unsur yang saling berhubungan secara fungsional satu dengan yang lain. Adanya hubungan fungsional antargejala juga adanya saling pengaruh atau saling ketergantungan antargejala tersebut. Inilah yang membuat perubahan-perubahan pada unsur-unsur yang lain, dan akhirnya juga pada keseluruhan sistem gejala yang dipelajari.

Konsep utama paradigma fungsionalisme Durkheim: “sistem” dan “fungsi”

Sebuah sistem yaitu suatu kesatuan yang terbentuk oleh berbagai macam unsur karena adanya hubungan fungsional dan hubungan saling ketergantungan antar berbagai macam unsur tersebut.

Fungsi suatu unsur – sebagaimana dikatakan Radcliffe-Brown adalah sumbangan atau kontribusinya terhadap satu atau beberapa unsur yang lain atau terhadap keseluruhan organisme atau sistem gejala yang dipelajari.

Adanya konsep “fungsi” dan “sistem” dalam fungsionalisme Durkheim – yang dilanjutkan oleh Radcliffe-Brown dan diwarisi dan disempurnakan oleh Talcott Parsons, sehingga aliran ini kemudian lebih dikenal dengan nama “fungsionalisme struktural”.

Kata “aesthetica berasal dari kata “aesthesis artinya pengamatan indra atau sesuatu yang merangsang indra

n Baumngarten mengartikan “estetika sebagai pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang dapat diamati dan merangsang indra, khususnya karya sastra
n Comaraswarny dan Gadamer à menolak pengertian yang dikemukakan Baumngarten mereduksi karya sastra dan objek-objek indah hanya sebagai fenomena psikologi dan selera subjektif

Iman al-Ghazali:
Efek yang ditimbulkan karya sastra terhadap jiwa manusia sangat besar, dan karena nya menentukan moral dan penghayatan keagamaannya. Apabila masalah estetika hanya dikaitkan dengan selera dan kesenangan sensual, atau kesenangan inderawi, maka nilai sastra itu akan merosot

Monroe C. Beardsley:
n Pembicaraan tentang hakikat karya sastra dan objek-objek indah buatan manusia;
n Pembicaraan tentang maksud dan tujuan penciptaan karya sastra serta cara bagaimana memahami dan menafsirkannya
n Mencari tolok ukur penilaian karya sastra dengan kaidah-kaidah tertentu yang memadai

Kesempurnaan karya sastra:

n Sempurna dilihat dari sudut bobot gagasan, konsep, dan wawasannya;
n Sempurna dilihat dari besarnya fungsi sebuah karya sastra dalam kehidupan manusia
n Sempurna dilihat dari sudut nilai-nilai yang ditawarkan karya sastra dan relevansinya bagi perkembangan kebudayaan
n Sempurna dilihat dari sudut kesesuaian karya sastra dengan cita-cita kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan/kerohanian yang hendak ditegakkan manusia
n Sempurna dilihat dari sudut kegunaan

Unsur-unsur estetis dalam sastra lukis:
*      Garis
*      Bentuk
*      Warna
*      Tekstur
*      Ruang
*      Cahaya
*      Makna
*      Lambang

Garis: serangkaian titik-titik yang berjajajarn dan berkesinambungan, mempunyai arah dan ketebalan
*      Garis linier/garis nyata/atau garis aktual: garis yang dihasilkan dari goresan suatu benda atau dengan menggunakan peralatan mekanis
*      Garis kaligrafi: garis yang dibuat dengan goresan tangan bebas
*      Garis semu: secara aktual tidak ada tetapi dari segi pengamatan terasa kehadirannya, berfungsi sebagai batas suatu bentuk atau alur penghubung antar bentuk, antar bidang, atau antar warna.

Bentuk dan ruang:
Dua unsur yang saling berkaitan. Bentuk tampak karena adanya ruang, sedangkan ruang hadir karena keberadaan bentuk. Bentuk pada keadaan tertentu menempati ruang, sekaligus juga membentuk ruang

Tekstur/barik: sifat permukaan suatu benda, yang terjadi sengaja dibuat manusia atau pun terjadi secara alami
ü  Licin
ü  Halus,
ü  Kasar
ü  Berkerut
ü  Kusam,
ü  Kilap, dst.

Warna: sarana terpenting bagi perupa karena dapat membedakan bentuk dan sekelilingnya.
Ø  Warna tidak terbatas pada warna-warna spektrum tetapi juga termasuk warna netral, yakni: hitam-putih, deret warna abu-abu, dan seluruh ragam nada serta rona warna.
Ø  Warna juga berkaitan langsung dengan perasaan dan emosi seseorang

Ruang
Permainan ruang di dalam sastra lukis bertujuan untuk memberi kesan gerakan pada benda di dalam suatu adegan yang digambarkan. Selain itu, bertujuan untuk memberi kesan menonjol pada objek-objek yang dipentingkan, serta untuk mengaburkan objek yang dianggap tidak begitu penting.

Cahaya
Pencahayaan atau gelap terang merupakan merupakan unsur penting karena setiap bentuk suatu objek tidak dapat terlihat tanpa adanya cahaya, dan cahaya adalah sesuatu yang selalu berubah derajat intensitasnya, maupun sudut jatuhnya.

Prinsi-prinsip Estetis Sastra Lukis:
Ø  kesatuan
Ø  keserasian
Ø  keseimbangan
Ø  irama dan perulangan
Ø  kesebandingan
Ø  aksentuasi

Elemen-elemen tari:
Ø  tubuh
Ø  ruang
a. ruang positif
b. ruang negatif
Ø  Imaji dinamis
Ø  kekuatan (energi)
Ø  waktu

Unsur-unsur pendukung tari:
Ø  musik
Ø  tata rias
Ø  busana
Ø  properti tari
Ø  sesaji dan persyaratan upacara
Ø  kurban binatang
Ø  pusaka

Musik
Ø  kaitan musik dan tari
Ø  tari yang memimpin
Ø  musik yang memimpin
Ø  tari dan musik yang berimbang
Ø  musik internal dan musik eksternal
Ø  musik vokal
Ø  musik instrumental
Ø  musik gabungan (vokal dan instrumental)


Fungsi Sosial Tari Komunal
Ø  hiburan
Ø  ekspresi artistik dan kesastramanan
Ø  integrasi sosial
Ø  identitas kebudayaan
Ø  terduga tak terduga
Ø  forum sialog dan kritik sosial
Ø  ritual
Ø  pendidikan

Kesastraan sebagai unsur kebudayaan
v  Kesastraan sebagai sistem simbol
v  Kesastraan sebagai pelembagaan agama
v  Kesastraan sebagai ritual
v  Kesastraan sebagai kesadaran religius

Teori Sosial
ü  Teori sistem
ü  Teori sibernetika
ü  Teori aksi
ü  Teori kewenangan
ü  Teori sosiologi budaya Raymond William

TEORI MIMESIS
Ø  Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau jiplakan).
Ø  Plato (428-348) dalam Negara (kitab kesepuluh) sikap negatif terhadap sastra.
Ø  Sastra hanya menyajikan suatu ilusi (khayalan) tentang kenyataan dan tetap jauh dari “kebenaran”
Ø  Seorang tukang lebih dekat dengan kebenaran daripada seorang pelukis atau penyair.
Aristoteles: mimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan merupakan sebuah proses kreatif sastraman, sambil bertitik pangkal pada kenyataan, menciptakan sesuatu yang baru.
Aristoteles dalam bukunya Poetica tidak memandang sastra sebagai copy mengenai kenyataan, melainkan sebagai ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum).
Ø  Sastra lebih tinggi daripada penulisan sejarah.

Zaman Renaissance:
Ø  Plotinus (filsuf Yunani abad ke-3 M) menafsirkan sastra tidak sebagai suatu pencerminan tentang kenyataan inderawi, melainkan sebagai pencerminan langsung mengenai ide-ide.
Ø  Sastra tidak menjiplak begitu saja secara dangkal kenyataan inderawi, melainkan mencerminkan suatu kenyataan hakiki yang lebih luhur, menyentuh sebuah dimensi lain yang lebih mendalam.

Zaman Romantik:
v  Aliran ini memperhatikan yang aneh-aneh, yang tidak riil, yang tidak masuk akal.
v  Apakah dalam karya sastra kenyataan inderawi ditampilkan sehingga kita dapat mengenalnya kembali, tidak diutamakan lagi.

TEORI MIMESIS >< TEORI CREATIO
*      Sastra menciptakan sebuah dunia sendiri, sebuah dunia yang serba baru, yang kurang lebih lepas dari kenyataan
*      Aristoteles menerangkan bahwa seorang sastraman justru karena daya cipta artistik-nya mampu menampilkan perbuatan manusia yang universal
*      Kaum kritisi marxis: karena susunan artistiknya sebuah karya sastra dapat menampilkan suatu gambaran menyeluruh tentang kenyataan.

Sastra dan Masyarakat
*      Sastra dapat dipandang sebagai fenomena sosial
*      Sastra yang diciptakan pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat-istiadat zaman itu
*      Sastraman menciptakan karyanya selaku warga masyarakat dan menyapa penikmat yang sama-sama merupakan warga masyarakat tersebut.

Hubungan Sastra dan Masyarakat, dapat diteliti dengan berbagai cara:
a)    Yang diteliti faktor-faktor di luar karya sastra, fenomena konteks sastra. Misalnya: meneliti kedudukan sastraman di dalam masyarakat, penikmat, atau “pasar” sastra.
b)    Yang diteliti hubungan antara (aspek-aspek) sastra dan susunan masyarakat.

Karl Marx:
Susunan masyarakat dalam bidang ekonomi, yang dinamakan bangunan bawah, menentukan kehidupan sosial, politik, intelektual, dan kultural bangunan atas.
Pertentangan kaum borjuis dan proletar secara niscaya menuju revolusi yang menghancurkan sistem kapitalis; kaum proletar yang jaya melaksanakan masyarakat tanpa kelas. Perubahan bangunan bawah mengakibatkan perubahan bangunan atas.
Bagi Marx, sastra sama dengan gejala-gejala kebudayaan lainnya mencerminkan hubungan ekonomi; sebuah karya sastra hanya dapat dimengerti kalau dikatkan dengan hubungan-hubungan tersebut.

Lenin:
(Peletak dasar kritik sastra Marxis)
Sastra terikat akan kelas-kelas yang ada di dalam masyarakat, sastra mencerminkan kenyataan sebagai ungkapan pertentangan kelas.

Pandangan Lenin:
(1)   sastra harus mempunyai suatu fungsi sosial;
(2)   sastra harus mengabdi pada rakyat banyak;
(3)   sastra harus merupakan bagian dalam kegiatan partai komunis

Realisme Sosialis:
n Hubungan dialektik antara sastra dengan kenyataan.
n Di satu pihak kenyataan tercermin di dalam karya sastra sehingga sastra dipandang sebagai tafsiran yang tepat mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat (realisme), di pihak lain sastra juga mempengaruhi kenyataan sehingga mempunyai tugas mendampingi partai komunis dalam perjuangannya membangun suatu masyarakat yang baru yang lebih baik (sosialistik).
n Realisme sosialis menuntut para sastraman agar melukiskan kenyataan dalam perkembangan revolusionernya, selaras dengan kebenaran dan fakta sejarah. Pelukisan yang bersifat artistik hendaknya digabungkan dengan tugas mendidik kaum buruh sesuai dengan semangat komunis.
n Sastra dibebani dua tugas yang berbeda:
1)   Sastra hendaknya melukiskan kenyataan selaras dengan kebenaran,
2)   tetapi sekaligus kenyataan itu ingin diubah

Georg Lukacs
n Mendukung pendapat Marx, bangunan bawah, kehidupan ekonomi, menentukan bangunan atas yang bersifat ideologik, tetapi ia melawan kaum “marxis picisan” yang mengira perkembangan ekonomi secara mekanik dan niscara mengakibat kan bangunan atas.
n Mendukung pendapat Lenin, terdapat hubungan timbal balik antara bangunan bawah dan atas, dengan catatan bangunan bawah selalu menentukan.
n Menurut Lukacs kenyataan mempunyai berbagai tahap. Kulit dunia luar secara langsung dapat diamati, tetapi terdapat juga unsur-unsur dan kecenderungan-kecenderungan dalam kenyata an yang terus-menerus berubah, tetapi yang secara teratur, menurut suatu hukum tertentu, selalu kembali.
n Tugas kesastraan ialah menampilkan kenyataan dalam keseluruhannya.
n Sastra yang sejati tidak merekam kenyataan sebagai sebuah tustel foto, tetapi melukiskan kenyataan secara keseluruhannya.
n Yang merupakan aspek paling penting di dalam kenyataan ialah masalah kemajuan manusia.
n Seorang sastraman yang tidak merasa antusias terhadap kemajuan, yang tidak membenci reaksi, yang tidak mencintai kebaikan dan yang tidak menolak kejahatan, tidak dapat membedakan dengan tepat berbagai unsur itu, khusus kalau ini dilihat dalam keseluruhan perkembangan masyarakat.

Bertolt Brecht
n Seorang sastraman tidak dapat bersifat netral, ia harus memperjuangkan kaum buruh
n Sastra harus bertujuan untuk mengubah masyarakat
Strukturalisme
n Struktur ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala.
n Kiblat strukturalisme sastra pada strukturalisme dalam ilmu bahasa. Ada 2 pengertian kembar dalam ilmu lingustik strukturalis:
signifiant-signifie dan paradigma-syntagma
Ø Signifiant: yang memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda atau lambang
Ø Signifie: yang diartikan. Istilah “signifiant” dan “signifie” kadang-kadang dipergunakan dalam arti yang lebih luas, yaitu hubungan antara karya sastra dengan objek kenikmatan estetis.
Ø Paradigmatik ialah hubungan antara unsur-unsur yang saling berkaitan karena kemiripan sistematik.
Ø Syntagma terjadi apabila kita mengga bungkan unsur-unsur yang disaring dari berbagai paradigma

Strukturalisme Ceko
n Tokoh-tokoh: Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka
n Konsep utama, konsep kembar mengenai artefact (karya sastra sebagai tanda) dan objek estetik (pengertian yang dikonkretkan oleh penikmat). Artefact itu tetap sama, tidak mengalami perubahan, sedangkan objek estetik selalu berubah.
n Pengertian struktur berarti, bahwa sebuah karya memiliki relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan. Hubungan tidak hanya yang bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan, melainkan juga negatif, seperti pertentangan dan konflik.

Semiotik:
Semiotik atau semiologi ilmu yang secara sistematik mempelajari tentang tanda-tanda dan lambang-lambang (semeion, bhs. Yunani = tanda), sistem-sistem lambang, dan proses-proses perlambang an.

Semiotik ala Charles Sanders Peirce
Menurut Peirce ada tiga faktor yang menentukan adanya sebuah tanda, yaitu “tanda itu sendiri”, “hal yang ditandai”, dan “sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin penerima”. Tanda itu merupakan suatu gejala yang dapat dicerap. Antara tanda pertama dan apa yang ditandai (yang diacu) terdapat suatu hubungan representasi (to represent = menghadir kan, mewakili).

Objek
                                   



                                 Representamen                                 interpretan

Representamen: unsur tanda yang mewakili sesuatu.
Objek: sesuatu yang diwakili
Interpretan: tanda yang tertera di dalam pikiran si penerima setelah melihat representamen.
Representamen membentuk suatu tanda dalam benak si penerima, tanda itu dapat merupakan tanda yang sepadan atau dapat merupakan tanda yang telah lebih berkembang. Ada syarat yang diperlukan representamen dapat menjadi tanda, yaitu adanya ground. Tanpa ground, representamen sama sekali tak dapat diterima. Ground adalah persamaan pengetahuan yang ada pada pengirim dan penerima tanda sehingga representamen dapat dipahami. Apabila ground tidak ada, representamen sama sekali tidak akan dipahami oleh penerima tanda.

Trikotomi Tanda Pertama
Ø  Ikon
Ø  Indeks
Ø  Simbol

(a) Ikon: adalah hubungan berdasarkan kemiripan. Representamen memiliki kemiripan dengan objek yang diwakilinya. Ikon terdiri atas: ikon topologis, ikon diagramatik, dan ikon metaforis
(1)  Ikon topologis adalah hubungan berdasarkan kemiripan bentuk seperti peta dan lukisan realis.
(2)  Ikon diagramatik adalah hubungan yang berdasarkan kemiripan tahapan, seperti diagram.

Contoh: hubungan antara tanda-tanda pangkat militer dengan kedudukan kemiliteran yang diwakili tanda-tanda pangkat itu.
(3) Ikon metaforis adalah hubungan yang berdasar kan kemiripan meskipun hanya sebagian yang mirip, seperti bunga mawar dan gadis dianggap memiliki kemiripan (kecantikan, kesegaran). Namun kemiripan itu tidak total sifatnya.

(b)   Indeks: hubungan yang memiliki jangkau an eksistensial.
Contoh: dalam kehidupan sehari-hari, belaian (kedekatan) dapat mengandung arti banyak. Tingkah laku manusia juga merupakan indeks sifat-sifatnya. Contoh lain, misalnya, asap yang merupakan indeks adanya api, panah penunjuk jalan yang merupakan indeks arah.

(c)   Simbol: tanda yang paling canggih karena sudah berdasarkan persetujuan dalam masyara kat (konvensi)
Contoh: Rambu-rambu lalu lintas, kode simpul kepramukaan, bahasa merupakan simbol karena berdasarkan konvensi yang telah ada dalam suatu masyarakat.

Trikotomi kedua: Hubungan Representamen dengan Tanda
a.   Qualisign: sesuatu yang mempunyai kualitas untuk men jadi tanda. Ia tidak dapat berfungsi sebagai tanda sampai ia terbentuk sebagai tanda. Contoh: kertas minyak berwarna kuning mempunyai kualitas untuk menjadi tanda kematian
b.   Sinsign: sesuatu yang sudah terbentuk dapat dianggap sebagai representamen, tetapi belum berfungsi sebagai tanda. Apabila kertas minyak yang berwarna kuning itu telah dibentuk menjadi bendera kecil, tetapi belum dipasang, ia disebut sinsign.
c.   Legsign: sesuatu yang sudah menjadi representamen dan berfungsi sebagai tanda. Setiap tanda yang sudah menjadi konvensi adalah legsign.

Trikotomi ketiga: Hubungan Interpretan dengan Tanda
a.   Rheme: segala sesuatu yang dianggap sebagai tanda. Contoh: semua kata (kecuali “ya” dan “tidak”) merupakan rheme. Jadi, rheme merupakan suatu kemungkinan interpretan.
b.   Discent: tanda yang mempunyai eksistensi yang aktual. Sebuah proposisi, misalnya, merupakan discent. Proposisi memberi informasi, tetapi tidak menjelaskan. Decisign bisa benar dan bisa juga salah, tetapi tidak memberikan alasannya.
c.   Argument adalah tanda yang sudah menunjukkan per kembangan dari premis ke simpulan dan cenderung mengarah pada kebenaran. Discent hanya menyatakan kehadiran objek, sedangkan argument membuktikan kebenarannya.





TEORI HERMENEUTIKA
Hermenutika berasal dari istilah Yunani dari akar hermeneuein yang berarti „menafsirkan dan kata benda hermeneia yang berarti „interpretasi.
Tiga bentuk makna dasar hermeneuein dan hermeneia:
1.mengungkapkan kata-kata, misalnya “to say”;
2.menjelaskan, seperti menjelaskan sebuah situasi;
3.menerjemahkan, seperti dalam transliterasi bahasa asing.

Enam Definisi Modern Hermeneutik
1.teori eksegesis Bibel;
2.metodologi filologi secara umum;
3.ilmu pemahaman linguistik;
4.fondasi metodologis geistewessenshaften;
5.fenomenologi eksistensi dan pemahaman eksistensial, dan;
6.sistem interpretasi, baik recolektif maupun iconoelastic, yang digunakan manusia untuk meraih makna di balik mitos dan simbol.

Fokus Ganda Hermeneutika:
Teori pemahaman dalam pengertian umum;
Apa yang dicakup dalam eksegesis teks linguistik, problem hermeneutis.

Hermeneutika menemukan bentuk kebenarannya pada masa Schleiermacher dan Diltey, ketika hermeneutika dimasukkan ke dalam teori umum pemahaman linguistik
PROYEK HERMENEUIKA UMUM SCHLEIERMACHER



Interpretasi Gramatis: diawali dengan berdasarkan aturan objektif dan umum;
Interpretasi Psikologis: memfokuskan pada apa itu subjektif dan individual.

Wilhelm Dilthey: Hermeneutik sebagai Fondasi Geisteswissenschften
Pengalaman
Ekspresi
Karya Sastra sebagai Objektivikasi Pengalam Hidup
Pemahaman

Kontribusi Heidegger terhadap Hermeneutika Sastra
Hakikat sastra bukan terletak pada nilai keterampilan manusia, namun justru pada pengungkapannya. Menafsirkan karya sastra berarti beralih ke dalam ruang yang terbuka di mana karya tersebut telah ditegakkan. Kebenaran sastra bukanlah harmonisasi dangkal dengan sesuatu yang sudah ada (yakni pandangan tradisional akan kebenaran sebagai hal yang benar).

Kritik Gadamer terhadap Estetika Modern
Subjek yang merenungkan objek estetis merupakan suatu kesadaran kosong yang sedang menerima persepsi yang dan terkadang menikmati keberlangsungan bentuk inderawi yang murni. “Pengalaman estetis” bersifat terpisah dan terputus dari yang lainnya, ia merupakan bidang yang lebih pragmatis, ia tidak dapat diperkirakan dalam hal “kandungan”nya, karena ia merupakan respons yang muncul. Pengalaman estetis tidaklah menghubungkan dirinya dengan pemahaman diri akan subjek, atau waktu; ia dipandang sebagai momen a-temporal tanpa adanya acuan terhadap yang lainnya kecuali dirinya sendiri.
Teori Feminis
Latar Belakang Feminis di Amerika:

1. Aspek politis, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika (1776) dicantumkan “all men are created equal” (semua laki-laki diciptakan sama);
2. Aspek agama, gereja bertanggung jawab atas keduduk an wanita yang inferior, karena baik agama Protestan maupun Katolik menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki;
3. Konsep sosialis dan konsep Marxis. Wanita merupakan kelas dalam masyarakat yang ditindas oleh kelas lain, yaitu laki-laki.
Tuntutan Kaum Feminis Amerika:
*      Bidang hukum, hak-hak dalam perkawinan
*      Bidang ekonomi, hak atas harta
*      Bidang sosial, wanita ngurus rumah tangga dan tidak diberi kesempatan memperoleh pendidikan tinggi, dan memangku jabatan tertentu.
*      Bidang politik, dunia politik adalah dunia laki-laki.

Ragam Kritik Sastra Feminis:
Ø  Kritik sastra ideologis
Ø  Kritik yang mengkaji karya sastraman-sastraman perempuan
Ø  Kritik sastra feminis-sosialis atau kritik sastra feminis Marxis
Ø  Kritik sastra feminis psikoanalitik
Ø  Kritik sastra lesbian
Ø  Kritik sastra feminis-ras atau kritik sastra feminis-etnik


Penerapan Kritik Sastra Feminis:
Ø  Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita dalam sebuah karya sastra;
Ø  Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati;
Ø  Mengamati sikap sastraman yang karyanya sedang kita kaji.

PASCASTRUKTURALISME
Munculnya Pascastrukturalisme karena adanya kelemahan-kelemahan Strukturalisme, di antaranya:

1. Penerapan strukturalisme dipandang sebagai kolonisasi akademis;
2.  Gagasan struktur di dalam linguistik membuat kritikus sastra mengadapi karya sastra hanya sebagai perantara bagi ditemukannya struktur yang ada di baliknya dan yang sudah ada atau mapan sebelumnya;
3.  Analisis struktural diarahkan pada penemuan rasionalitas, koherensi rahasia dari suatu objek, dan struktur itu sendiri dipahami sebagai simulakrum dari suatu objek;
4.  Cara kerja strukturalisme tidak lebih dari komentar yang mempertanyakan persoalan apa yang dikatakan oleh teks.


Pascastrukturalisme
Ø  Wacana yang self-reflektif, wanaca yang terus-menerus membedah dirinya dan melawan sistemnya sendiri sehingga kritiknya menghindari untuk menjadi kukuh, menjadi metode yang mapan.
Ø  Melibatkan suatu perubahan dari makna ke pemanggungan, dari penanda ke petanda.
Ø  Tidak mengizinkan segala definisi yang denominatif, terpadu atau pantas mengenai dirinya.
Ø  Melakukan kritik terhadap metafisika (konsep-konsep mengenai kausalitas, identitas, subjek, dan kebenaran, kritik terhadap teori mengenai tanda, pengakuan, dan inkorporasi mode-mode pemikiran psikoanalitik.
Ø  Meretakkan kesatuan tanda yang stabil, subjek yang terpadu.

Sarup menjelaskan kritik pascastrukturalisme terhadap metafisika bersifat sosial-ideologis:
Ø  Kritik terhadap subjek manusia
Ø  Kritik terhadap historisisme
Ø  Kritik terhadap makna
Ø  Kritik terhadap filsafat

TEORI-TEORI PASCASTRUKTUTRALISME
*      Teori Psikoanalisis Lacan
*      Dekonstruksi Derrida
*      Teori Wacana Foucault

Teori Psikoanalisis Lacan
Didasarkan pada penemuan antropologi dan linguistik struktural
Kata kunci:

1.   Ketidaksadaran merupakan suatu struktur yang tersembunyi yang menyerupai struktur bahasa. Pengetahuan mengenai dunia, mengenai orang-orang l lain dan diri ditentukan oleh bahasa. Bahasa merupakan prekondisi bagi tindakan menjadi sadar akan diri sebagai entitas yang berbeda dari yang lain.
2.   Bahasa juga merupakan sesuatu yang diadakan secara sosial, sebuah kebudayaan, larangan-larangan, dan hukum-hukum.

Konsep-konsep dalam Psikoanalisis Lacan
*      Diri dan Bahasa
*      Diri dan Identitas
*      Rasa Kehilangan

Diri dan Bahasa
·         Subjek manusia tak dapat ada tanpa bahasa, namun subjek itu tidak dapat direduksi menjadi bahasa semata. Bahasa adalah satu-satunya sarana untuk akses kepada orang lain.
·         Bahasa berfungsi menempatkan diri dalam posisi tertentu, menjadi subjek tertentu. Fungsi bahasa menyerupai fungsi tempat duduk di sebuah kereta api.

Diri dan Identitas
Orang tidak akan pernah memperoleh citra dirinya yang stabil karena orang mengetahui dirinya melalui respon orang lain dan dalam mencoba memahami respon orang lain itu, orang mungkin akan melakukan misinterpretasi dan karenanya juga salah mengenali dirinya sendiri (misrekognisi). Orang, sebenarnya tidak akan pernah memperoleh kepastian mengenai apa respon orang lain terhadapnya.
Orang tidak mempunyai seperangkat ciri yang kukuh. Manusia terus-menerus terperangkap dalam pencarian mengenai dirinya.
nIntersubjektivitas tidak sepenuhnya tercapai karena orang tidak akan pernah dapat masuk ke dalam kesadaran orang lain sepenuhnya. Ketidakpenuhan itu karena ambiguitas penanda-penanda. Manusia, menurut Lacan, membutuhkan suatu keseluruhan, kepenuhan, kerinduan akan kesatuan, tetapi pencapaiannya merupakan ketidakmungkinan yang logis.

Rasa Kehilangan
Teori Lacan mengenai subjek menyerupai cerita klasik, bermula dari kelahiran, bergerak teritorialisasi tubuh, tahap cermin, akses pada bahasa, Oedipus Kompleks.


Tiap tahap ditandai rasa kehilangan:
1. Kehilangan saat kelahiran, lebih khusus tahap pembedaan jenis kelamin (bersifat seksual);
2. Kehilangan yang diderita subjek sesudah kelahiran, sebelum perolehan bahasa “teritorial pre-oedipal terhadap tubuh subjek”;
3. Sejak dini, sesudah kelahiran, sang subjek kehilangan kontak tak termediasinya dengan libidinalnya sendiri dan mengalah pada ekonomi genital kebudayaan;
4. Subjek mengalami terombang-ambingan antara emosi- emosi yang bertentangan.
5.  Permainan fort/da ditafsirkan sebagai dramatisasi hilangnya diri, bukan ibu, sebagai alegori dari penguasaan linguistik atas kehendak.

Perbedaan dan Persamaan Freud dana Lacan
a.  Lacan setuju bahwa ego terbentuk dari identifikasi nya dengan figur-figur parental. Namun, bagi Lacan, identifikasi itu, di samping menstabilkan individu, juga melemparkan dari dirinya.
b.  Freud mengingkari dimensi-dimensi sosial dengan mengutamakan dorongan hasrat individual dan pemenuhannya, sedangkan Lacan sejak awal mengakui intersubjektivitas sebagai sesuatu yang niscaya dan wajar dalam pembentukan ego.
c.  Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai sesuatu ancaman, Lacan menganggap ketidak sadaran sebagai sumber kebenaran, otentisitas.
d.  Jika Freud menganggap ketidaksadaran sebagai sesuatu yang substantif, Lacan menganggapnya bukan sesuatu yang primordial ataupun instingtual, melainkan sesuatu yang tersirat dalam segala yang dikatakan dan dikerjakan orang. Ketidaksadaran memang sesuatu yang tidak mungkin diketahui sepenuhnya, tetapi bukan berarti bahwa usaha menemukan tidak berharga.
e.  Freud melihat ada dua proses dalam kehidupan kejiwaan seseorang, yaitu proses primer yang bersangkutan dengan hasrat dan pemenuhannya dan proses sekunder yang bersangkutan dengan nalar dan kesadaran. Orang akan memenuhi hasratnya, tetapi apabila karena itu kehidupannya menjadi terancam, ia menggunakan nalarnya atau kesadarannya. Lacan menganggap kedua proses itu tidak berbeda. Proses kedua berlangsung serupa dengan proses pertama. Keduanya menggunakan prinsip pemadatan dan pemlesetan. Pemadatan adalah penjajaranpenanda-penanda, sesuatu yang metaforik, sedangkan pemlesetan berfungsi sebagai pengalihan, penghindaran dari sensor, sesuatu yang metonimik.
f.  Freud menyukai persoalan alam dan kebudayaan dengan penekanan pada dominasi kebudayaan atas alam. Lacan menganggap alam bukanlah yang nyata, melainkan sesuatu yang jauh di sana, yang tidak mungkin dijangkau dalam keadaannya yang paling murni karena segala sesuatu selalu termediasi melalui bahasa. Bagi Freud, tragedi manusia terjadi akibat konflik antara alam dan kebudayaan, sedangkan bagi Lacan, tragedi terjadi karena manusia berada dalam kondisi kekurangan yang abadi akan keseluruhan.
g.  Lacan dan Freud berbeda dalam persoalan Oedipus Kom pleks. Tafsiran Freud bersifat biologis dan fisikal mempertalikannya dengan persoalan seksual, sedangkan Lacan menafsirkannya secara simbolik dan memper talikannya dengan persoalan sosial, intersubjektivitas.
h.  Jika Freud menganggap mungkin adanya wacana rasional walaupun selalu terganggu oleh kekuatan-kekuatan tak sadar, Lacan menganggap wacana membentuik ketaksadaran. Bahasa dan hasrat berhubungan. Bagi Lacan, hasrat bersifat ontologis, suatu perjuangan akan keseluruhan, bukan kekuatan seksual. Hasrat adalah metonimi dari hasrat untuk menjadi.
i.   Jika Freud berbicara mengenai insting dan dorong an (drives), Lacan berbicara mengenai hasrat. Istilah ini mengacu kepada adanya rasa kekurangan dan keinginan untuk memenuhi kekuarangan itu. Hasrat bersifat tidak statik, tetapi bergerak karena selalu terbuka kemungkinan bagi hasrat untuk terus-menerus ditolak.

Implikasi Metodologis
Teori psikoanalisis Lacan menganggap alam bawah sadar manusia selalu dalam keadaan “kurang”, merasa ada yang hilang sehingga tumbuh hasrat dan usaha yang terus-menerus untuk menutupi kekurangan itu, menemukan apa yang hilang, membuat manusia kembali lengkap, sempurna, utuh, menemukan identitasnya, menjadi dirinya kembali.
Bahasa merupakan sebuah tatanan kultural yang menanamkan subjektivitas bagi manusia, membuat manusia menemukan identitas atau dirinya. Namun, apa yang dilakukan bahasa pada subjek itu bersifat mendua,: di satu pihak memberikan rasa subjektivitas, di pihak lain menjauhkan subjek dari asalinya. Bahasa memperkuat rasa kurang dan rasa kehilangan.
Penanaman identitas oleh bahasa tidak pernah penuh: a) bahasa bersifat formal-relasional sehingga identitas diri selalu berada dalam hubungan dengan yang lain.Bahasa tidak substansial atau referensial. Identitas yang terbentuk melalui bahasa sekaligus berlangsung melalui dialektika antara identifikasi dan rekognisi yang bisa disalahtafsirkan; b) bahasa merupakan serangkaian penanda dengan kedudukan petanda yang tidak pernah stabil. Penanaman subjek dalam bahasa membuka kemungkinan bagi munculnya bawah sadar yang berupa rasa kehilangan itu, bagi gerakan keluar diri dan karenanya keluar bahasa.
Memahami karya sastra dalam perspektif Lacanian, menjadi sebuah usaha untuk menemukan kondisi bawah sadar yang dipenuhi oleh rasa kurang dan rasa kehilangan yang sekaligus menyertai hasrat untuk kesatuan diri di atas. Penelaah karya sastra, kondisi bawah sadar itu merupakan kondisi bawah sadar yang tidak mungkin ia akses dengan sepenuhnya, pemahaman karya sastra diarahkan kepada apa yang terjadi pada bahasa karya sastra itu, sejauh mana bahasa karya sastra itu bergerak keluar dirinya, melalui fenomena metafora dan metonimi yang ada di dalamnya.
Metafora, dipahami Lacan sebagai prinsip kondensasi dalam pengertian bahwa di dalamnya terjadi penjajaran penanda-penanda sehingga terjadi pergeseran makna, sedangkan metonimi bekerja dengan prinsip “pemlesetan” atau pengalihan yang berfungsi, antara lain, untuk mengalihkan perhatian sensor.

Teori Dekonstruksi Derrida
Dekonstruksi memiliki makna „pembongkaran
Ø  Konsep instabilitas bahasa
Ø  Konsep fonosentrisme-Logosentrisme
Ø  Memahami Metafora
Ø  Metafora dan Dekonstruksi


A.  KONSEP INSTABILITAS BAHASA
Ø  Penanda tidak langsung berhubungan dengan petanda, seperti cermin dengan citra.
Ø  Tidak ada korespondensi langsung antara penanda dengan petanda.
Ø  Makna tidak langsung hadir dalam sebuah tanda.
Ø  Bahasa merupakan proses temporal.
Ø  Makna disebut kurang stabil.

B.   FONOSENTRISME-LOGOSENTRISME
Ø  Semua tanda bersifat indikatif. Tanda-tanda tidak dapat mengacu pada sesuatu yang sepenuhnya berbeda dari dirinya sendiri. Tidak ada petanda yang bebas dari penanda. Tidak ada wilayah makna yang dapat diisolasi dari markah-markah yang digunakan untuk menunjuknya.
Ø  Fonosentrisme didasarkan pada cara berpikir logosentrik, kepercayaan bahwa hal yang pertama dan terakhir adalah Sang Logos, Sang Sabda, Sang Pikiran Suci, Keberadaan Diri dari Kesadaran yang penuh. Yang ada mulanya dan akhirnya adalah Tuhan. Pada mulanya adalah bunyi, baru kemudian tulisan. Tulisan hanya alat bagi bunyi untuk memperlihatkan adanya.
Ø  Menurut pemahaman fonosentrisme-logosenstrisme, tindakan berbicara, keberadaan seseorang bersama dirinya menempuh cara yang sangat berbeda dengan keberadaan orang itu dalam tulisan. Kata-kata yang diucapkan tampak hadir secara langsung, tanpa mediasi, pada kesadaran orang itu, dan suaranya menjadi medianya yang spontan dan akrab. Sebaliknya, dalam tulisan makna orang itu terancam untuk melepaskan diri darinya, dari kontrolnya.
Ø  Manusia dibayangkan mempunyai kemampuan untuk secara spontan mengekspresikan dan menciptakan maknanya sendiri, menguasai sepenuhnya dirinya, dan mendominasi bahasa sebagai medium dari keberadaan batiniahnya.

Filsafat Barat:
Ø  Fonosentrisme: berpusat pada suara, curiga terhadap tulisan.
Ø  Logosentrisme: mengikatkan diri pada keopercayaan pada kata-kata yang utama, seperti keberadaan, esensi, kebenaran, atau realitas yang akan menjadi fondasi dari seluruh pikiran, bahasa, dan pengalaman nya.
Ø  Metafisika merupakan cara berpikir yang tergantung pada sebuah fondasi yang tidak dapat dibantah, sebuah prinsip utama atau dasar yang diatasnya seluruh hierarki makna dapat dikonstruksi.
Ø  Dekonstruksi adalah nama bagi suatu operasi kritik yang dengannnya oposisi-oposisi yang demikian dapat secara partial dirusakkan.
Ø  Semua oposisi konseptual dari metafisika mempunyai acuan utama yang berupa keberadaan dari yang ada (presence of present).
Ø  Oposisi berpasangan itu meliputi: oposisi penanda dan petanda, yang terindera dan yang terpahami, tutural lisan dan tulisan, tutur dan bahasa, diakroni dan sinkroni, ruang dan waktu, pasivitas dan aktivitas, dan sebagainya.
Ø  Oposisi berpasangan merepresentasikan sebuah cara melihat yang bersifat ideologis. Ideologi-ideologi seringkali menggambarkan batas-batas yang kaku.
Ø  Derrida menyarankan agar kritikus berusaha merontokkan oposisi-oposisi yang dengannya orang sudah terbiasa untuk berpikir dan yang menjamin bertahan hidupnya metafisika dalam pikiran orang: materi/roh, subjek/objek, selubung/kebenaran, tubuh/jiwa, teks/makna, interior/eksterior, represen tasi/presentasi, penampakan/esensi, dsb.
Ø  Dengan metode dekonstruksi, kritikus dapat mulai mengurai atau mempreteli oposisi-oposisi itu, menunjukkan bagaimana satu term sebenarnya teriplikasikan, inheren di dalam term lain.
Ø  Menurut Derrida, fonosentrisme-logosentrisme berhubungan dengan sentrisme atau keberpusatan itu sendiri, yaitu keinginan manusia untuk menempatkan keberadaan sentral pada awal dan akhir.

C.   MEMAHAMI METAFORA
Ø  Studi metafora menjadi penting saat disadari bahwa bahasa tidak hanya mencerminkan realitas, melainkan ikut membentuk realitas.
Ø  Bahasa bekerja dengan mentransfer satu realitas ke realitas lain sehingga benar-benar metaforik.
Ø  Makna berubah dan metafora merupakan salah satu cara yang memingkinkan perubahan dan pengembangbiakan makna.

1)   Tidak ada batasan bagi jumlah metafora yang dapat dan yang sudah dihasilkan bagi sebuah gagasan tertentu;
2)   Metafora merupakan sejenis ikatan-ganda retorik dengan mengatakan sesuatu dengan maksud yang lain.
3)   Metafora mengevokasi relasi-relasi dan membuat relasi- relasi itu menjadi urusan pendengar dan pembaca.

Ø  Metafora memiliki efek politis karena ia dapat menentukan cara manusia berpikir mengenai dan bertindak terhadap kehidupan.

1) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan dengan terminologi perang fisik: ada kawan ada lawan, ada menang ada kalah, dsb.
2) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan dengan terminologi perdagangan.
3) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan dengan terminologi pembebasan.
4) Satu masyarakat dan kebudayaan, pada masa tertentu menggambarkan kehidupan dengan terminologi pembangunan fisik atau ekonomi.

D. METAFORA DAN DEKONSTRUKSI
Terima kasih