Senin, 27 Oktober 2014

KISAH PERJALANAN HIDUP SI CANDRA


KISAH PERJALANAN HIDUP SI CANDRA

Candra seorang anak kecil kurus yang dibesarkan di sebuah perkampungan yang mayoritas petani. Dia sejak kecil memang sudah tak mempunyai seorang ayah. Ayahnya telah lama meninggal dunia sejak dia masih bayi. Dia dibesarkan oleh seorang ibu bersama nenek dan budenya, yang semuanya janda dan tinggal dalam satu rumah. Candra memiliki dua saudara, laki-laki dan perempuan. Dengan berbekal sawah peninggalan sang ayah, Candra bersama kakak tertuanya, sepulang dari sekolah hampir setiap hari diajak ke sawah untuk dilatih bertani dan mencari rumput untuk lembu yang juga peninggalan almarhum ayahnya. Sekolah pada saat itu memang tidak menentu. Kadang masuk pagi, kadang masuk siang. Pakaian yang dikenakan murid-murid pun pakaian alakadarnya. Ada yang memakai kaos, ada pula yang memakai baju. Semua murid pada zaman itu tidak ada yang bersepatu. Namun yang mengherankan adalah Candra dan teman-temannya selalu ceria, mereka serius ketika belajar dan gelak tawa bersama teman-temannya saat bermain pada jam istirahat. Rata-rata pada jam istirahat mereka pulang sarapan atau mengambil jajan. Asik sekali rasanya melihat situasi pada saat itu.

Sepulang dari sekolah Candra bersama teman-temannya secara bergiliran menunggu teman makan siang di rumahnya masing-masing. Setelah selesai, mereka bergegas mencari rumput untuk hewan ternaknya. Candra kecil memang kelihatannya berbeda dengan teman-temannya. Dia selalu membawa buku saku kemanapun dia pergi, termasuk ketika merumput. Dia selalu memanfaatkan waktu untuk membuka buku saku yang dia bawa ketika ada kesempatan. Buku saku yang ia bawa kadang kala P4, UUD 1945, GBHN, dan yang paling sering adalah kamus kecil Bahasa Inggris. Kebiasaan seperti itu terutama mulai dia lakukan saat dia mulai masuk SMP dan berlanjut sampai dia duduk di bangku SMA. Dia selalu berfikir “Aku anak janda. Aku gak punya ayah. Ibu yang selalu mencarikan aku biaya sekolah. Kalau aku gak rajin, jadi apa aku nantinya”. Motivasi itu yang selalu dia ingat sehingga dia selalu rajin belajar dan membantu bekerja. Sampai-sampai di setiap sore hari ketika menjelang maghrib, dia selalu cepat berangkat ke masjid. Tetapi ada hal yang sangat menarik yaitu dia selalu menulis catatan penting untuk dihafal di bagian tepi sarung berwarna putih yang ia pakai. Sambil menunggu waktu masuk maghrib, ia duduk di serambi bersama teman-temannya yang lain. Di saat itulah dia memutar bagian tepi sarung. Dia membaca dan menghafalkan catatan-catatan itu, sementara teman-temannya tidak ada yang tahu. Hal seperti itu dia lakukan hampir setiap sore hari menjelang masuk waktu shalat maghrib.

Candra memang kelihatan paling rajin di antara teman-teman sekolahnya, baik ketika di SMP maupun di SMA. Maklum, dia memang sudah dilatih mandiri dan rajin sejak kecil oleh budenya yang selalu mengawasi dan merawatnya, sedangkan ibu kandungnya sibuk mencari nafkah untuk anak-anaknya dengan berjualan tikar pandan yang telah dia beli dari orang-orang sekitar untuk dijual ke pasar Blimbing Kecamatan Brondong. Sesekali Candra diajak ibunya ke pasar ketika dia masih duduk di bangku MI saat liburan. Transportasi saat itu memang sulit didapat. Kalaupun ada mobil oplet (mobil angkutan model kuno)berangkat dari seberang utara bengawan Solo menuju ke pasar Blimbing yang jauhnya sekitar 15 sampai 17 km. Sebelum itu, dia bersama ibunya berjalan kaki dari rumah ke tempat pemberangkatan oplet  sambil menyebrang naik perahu penyeberangan.

Seiring dengan perjalanan sang waktu, Candra beranjak menjadi anak dewasa. Begitu pengumuman kelulusan ujian MI disampaikan oleh Kepala Madrasah yang sekaligus guru tunggal di madrasah tersebut, Candra sangat gembira dan bahagia karena semua temannya  lulus, termasuk dia. Dengan penuh optimis Canda dan beberapa temanya berencana mendaftar ke SMP terdekat yaitu SMP PGRI Sungegeneng, desa tetangga. Di sekolah inilah, Candra semakin bersemangat belajar dan menunjukkan kemampuan yang ada pada dirinya. Dia terus dan terus belajar. Dia juga memiliki keterampilan tulis menulis bagus. Pada suatu kesempatan ada lomba desa tingkat kabupaten dimana dilakukan pembenahan di segala bidang, diantaranya pembuatan data-data statistik desa berupa tripleks milamin. Mengetahui tulisan Candra bagus, salah seorang guru memilihnya untuk menulis data itu. Akhirnya, di setiap kesempatan Candra selalu mendapat tugas menulis letter untuk sepanduk, papan nama sekolah, background pentas, dan lain-lain.

Setiap berangkat sekolah, Candra selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan penuh percaya diri. Tidak ketinggalan sepeda gayung (onthel) yang dia pakai pun tidak luput dari perhatiannya untuk selalu dia bersihkan dengan minyak goreng supaya terlihat mengkilat. Sepatu yang dia kenakan juga dia semir dengan memakai minyak koreng. Maklum saat itu dia belum kenal semir sepatu. Candra saat itu menjadi perhatian teman-teman sekolahnya karena penampilannya yang selalu rajin. Pada saat itu, memiliki kesempatan untuk melanjutkan ke SMP adalah suatu hal yang luar biasa karena belum banyak anak seusianya dapat mengenyam pendidikan setingkat itu. Dengan berbekal motivasi yang selalu teringang di pikirannya “Anak seorang janda”, Candra semakin bersemangat untuk tidak mau kalah dengan teman-temannya. Kemampuan dan kepintaran hasil belajarnya yang keras dia rasakan ketika dia mulai masuk ke SMA Muhammadiah 3 Parengan Kecamatan Maduran. Sama sekali tidak terpikir olehnya saat dia melihat pengumuman hasil tes seleksi masuk SMA tersebut bahwa dia mendapatkan jauara I (peringkat pertama). Dengan demikian dia mendapat bea siswa gratis SPP selama satu semester karena peringkat pertama tersebut. Waktu terus berlalu dan Candra selalu mendapat peringkat pertama di setiap semester sampai lulus dari sekolah tersebut. Jadi, Candra adalah satu-satunya siswa yang selama di SMA tidak penah membayar SPP karena selalu mendapat Juara I.

Kebiasaan untuk berpenampilan rajin, baik cara berpakaian, bersepeda, belajar, dan lain-lain terus berlanjut sampai saat dia sekolah di SMA. Dia menjadi idola setiap siswa, laki-laki maupun perempuan, kala itu. Hampir setiap hari saat di kelas, dia selalu dikerumuni teman-temannya. Bahkan ada teman laki-laki saking kepinginnya dapat menyaingi Candra, dia rela datang untuk belajar bersama malam hari di rumah Candra, meskipun rumahnya sangat jauh dari rumah Candra. Maklum, dia anak orang kaya sehingga sehari-harinya dia selalu memakai sepeda motor, atau kadang mobil.

Rupanya nasib baik tidak selalu menyetai Candra. Meskipun dia selalu juara I di SMA, ketika mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi negeri, dia tidak lolos. Akhirnya dia mohon kepada orang tua dan saudara tuanya agar mengijinkan dia untuk dapat melanjutkan kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya, yaitu Universitas Muhammadiyah Surabaya. Awalnya semua keluarga tidak merestui karena tidak ada biaya yang dapat digunakan. Mereka berfikir apakah keluarga mampu membiayai kuliah sedangkan yang dimiliki satu-satunya hanyalah seekor lembu yang dahulunya merupakan peninggalan almarhum ayahnya. Dengan berbagai penjelasan dan bantuan dukungan dari paman yang tinggal di rumah sebelah, dengan rasa syukur akhirnya keluarga memberi restu. Dengan ucapan bismillah, keluarga sepakat menjual seekor lembu yang tinggal satu-satunya untuk biaya masuk kuliah. Saat pertama kali dia berangkat mendaftar, dia ditemani oleh saudara iparnya ke Surabaya sambil dibekali dengan sepeda gayung (onthel) untuk kendaraan selama kuliah.

Jurusan yang Candra pilih pada awal dia mendaftar adalah PMP. Namun setelah dia mengikuti perkuliahan dalam dua pekan, dia merasa bimbang dengan jurusan yang telah dia pilih. Dia merasa tidak cocok dengan jurusan itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke jurusan Bahasa Inggris. Di semester pertama rupanya dia selalu mendapatkan cobaan. Sepeda gayung merk “Phoenix” yang dia bawa dari rumah tiba-tiba hilang tidak tahu kemana. Dia laporkan kehilangan itu ke petugas parkir, kemudian dia diberi saran untuk melaporkan kehilangan tersebut kepada pihak kampus. Alhamdulillah, akhirnya pihak kampus bersedia memberi ganti meskipun tidak sepadan dengan barang yang hilang tetapi masih dapat dipergunakan untuk membeli sepeda gayung bekas. Dari pada setengah-setengah, tidak begitu baik juga tidak terlalu jelek, sepeda akhirnya dia cat seluruhnya dengan warna kuning, termasuk peleknya, kecuali ban. Pada suatu hari ketika Candra naik sepeda yang dia cat kuning tersebut menuju ke kampus, di perjalanan dia berpapasan dengan siswi-siswi yang baru saja pulang dari SMA, dengan suara cekikikan terdengar celodehan “Ada burung podang lewat.” Tanpa mempedulikan celotehan gadis-gadis itu, dia terus saja lewat menuju kampus. Kondisi seperti itu dijalani oleh Candra sampai dia selesai kuliah sementara teman-teman mahasiwa yang lain hampir semua bersepeda motor. Jarak tempuh antara kampus dan tempat kos Candra sekitar 9 sampai 10 km.

Candra memang tergolong mahasiswa yang lumayan pandai diantara teman-temannya. Meskipun dia mahasiswa pindahan jurusan yang tidak memiliki bekal Bahasa Inggris cukup, dengan semangat yang luar biasa, akhirnya Candra secara berangsur-angsur dapat bersaing dengan yang lain. Dia memiliki karakter dan watak pantang menyerah. Karakter tersebut dia miliki sejak kecil. Dia belajar dan terus belajar supaya memiliki keterampilan berbahasa Inggris yang baik. Catatan-catatan kuliahnya dia tulis dengan rajin, sehingga banyak temannya yang selalu mengkopi buku catatannya. Bahkan sering kali ditemukan cacatan kuliahnya dikopi juga oleh mahasiswa kakak kelasnya. Candra merasa bangga dengan keadaan seperti itu karena cacatan-catatannya dimanfaatkan oleh orang lain.

Candra menyadari bahwa biaya perkulihan itu mahal, sehingga dia berinisiatif untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok sambil kuliah, membantu meringankan beban orang tua. Alhamdulillah, ada teman yang membantu mencarikan pekerjaan yaitu jualan koran keliling. Kegiatan jualan koran dia lakukan mulai jam 10.00 sampai jam 14.30. Sedangkan waktu kuliah mulai jam 16.00 sampai jam 21.00. Resiko kecelakaan lalulintas seringkali terjadi ketika berjualan koran maupun pulang pergi kuliah. Candra memang tergolong anak pemberani. Pada suatu hari saat Candra mengantarkan koran dengan melajukan sepeda gayungnya sambil berpegangan bagian bak belakang truk yang juga sama-sama melaju dengan harapan supaya cepat sampai, dengan tanpa dia sadari ada kubangan yang mengangah di hadapanya. Sepontan dia terpental jatuh bersama koran yang berserakan. Baju yang dia kenakan compang-camping robek karena gesekan bebatuan. Untung saja tidak ada luka yang parah.

Pada waktu luang, Candra selalu memanfaatkan waktu supaya menghasilkan sesuatu. Dengan sedikit bekal keterampilan menukang, dia manfaatkan waktu senggang dengan membuat perkakas, seperti buffet, almari, dan lain-lain, sehingga kadang kala dia diminta orang untuk membuatkan.

Pada semester-semester akhir perkulihan, Candra memang lebih konsentrasi belajar karena dia ingin sekali menyelesaikan perkuliahannya dengan cepat. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya bisa. Dia ikuti setiap materi perkuliahan dengan penuh perhatian. Bahkan teman-temannya seringkali mengajak belajar bersama. Secara kebetulan Candra mempunyai seorang teman sekelas, anak seorang dosen. Kebetulan ayahnya adalah dosen pembimbing skripsi Candra. Dosen tersebut memang sangat perhatian kepada Candra karena secara kebetulan judul skripsi yang Candra ajukan sangat cocok dengan dosen tersebut, judulnya adalah “The Term ‘Dancuk’ for Surabaya People, A Sociolinguistics Review” (Ucapan “Dancuk” pada Masyarakat Surabaya, Sebuah Ulasan Sosiolinguistik). Dalam kurun waktu yang tidak lama, akhirnya skripsi dapat diselesaikan tepat waktu. Ternyata skripsi yang telah dia tulis dan selesaikan mengundang banyak perhatian, termasuk perhatian wartawan Surabaya Post. Tiga hari setelah wisuda, Surabaya Post memuat ulasan di halaman depannya bertajuk “ Sapaan Keakrapan Orang Suabaya” dengan memampangkan foto Si Candra. Candra memang termasuk mahasiswa yang cepat menyelesaikan studinya. Di antara sekian banyak teman seangkatannya, dia adalah salah satu dari empat mahasiswa yang dapat mengikuti wisuda bersama mahasiswa kakak kelasnya. Sebuah kebanggaan untuk orang tua dan keluarganya. Ternyata usaha dan pengorbanan orang tua dan keluarga tidak sia-sia.

Demikian cerita perjalanan seorang anak desa yang dengan semangatnya yang luar biasa akhirnya berhasil menyelesaikan apa yang menjadi cita-citanya dan cita-cita orang tua dan keluarganya. Semoga tulisan ini menjadi motivasi bagi pembaca dan generasi sesudahnya.

Ditulis oleh Sarjono (dengan nama samaran Candra Dinata alias John Maneba)




1 komentar: